Rabu 23 Sep 2020 09:00 WIB

WFH Berpotensi Mempercepat Kepikunan, Kok Bisa?

Gaya hidup selama pandemi, termasuk WFH, secara tak langsung bisa picu kepikunan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Bekerja dari rumah (WFH). Secara tidak langsung, WFH dapat membuat orang berisiko mengalami kepikunan.
Foto: pixabay
Bekerja dari rumah (WFH). Secara tidak langsung, WFH dapat membuat orang berisiko mengalami kepikunan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah lebih dari enam bulan sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan berbagai aktivitas di rumah seperti kerja dari rumah (WFH), belajar dari rumah, dan lainnya, karena imbas dari pembatasan dan pandemi Covid-19 yang tak kunjung reda. Gaya hidup selama pandemi ini diyakini bisa menjadi salah satu faktor risiko yang mempercepat kepikunan atau demensia.

Ketua Studi Neurobehavior Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dr Astuti menerangkan, terus-menerus berada di rumah bisa membentuk pola hidup tidak sehat karena terlalu lama duduk, rebahan, minim aktivitas fisik, banyak makan camilan tidak sehat dan lainnya.  Gaya hidup tidak sehat itu menjadi faktor pemicu berbagai penyakit seperti hipertensi, strok, diabetes dan lainnya. Penyakit-penyakit tersebut merupakan faktor risiko yang bisa menimbulkan kepikunan.

Baca Juga

“Hipertensi, diabetes, dislipidemia, pasca cedera kepala, pendidikan rendah, dan depresi itu bisa menjadi faktor risiko penyakit demensia Alzheimer. Tapi itu termasuk faktor risiko yang bisa dimodifikasi, artinya bisa dicegah,” kata dr Astuti dalam sebuah diskusi tentang demensia pada Senin (14/9).

Kendati demikian, menurut dr Astuti, perlu ada studi lanjutan yang khusus mengkaji bagaimana keterkaitan gaya hidup tidak sehat selama pandemi Covid-19 dengan risiko kepikunan. Namun yang pasti, penyakit seperti diabetes, strok, maupun hipertensi tidak lagi menjadi penyakit orang tua, namun juga anak muda.

“Sekarang itu banyak yang hipertensi usianya muda-muda, strok juga muda, cedera kepala juga banyak yang muda, diabetes juga. Ini tidak luput dari pengaruh gaya hidup, apalagi masa hidup selama pandemi duduk terus, stres nambah,” kata dia.

Demensia adalah sindrom gangguan penurunan fungsi otak yang memengaruhi fungsi kognitif, emosi dan perilaku aktivitas sehari-hari. Saat ini, di dunia, lebih dari 50 juta orang mengalami demensia. Dr Astuti menyebut, demensia alzheimer atau kepikunan adalah jenis demensia yang terbanyak, sekitar 60-70 persen.

Pikun cenderung dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga demensia Alzheimer kerap tidak terdeteksi. Padahal, gejalanya dapat dialami sejak usia muda. Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko kepikunan ialah merokok, kecanduan alkohol, memiliki riwayat demensia, hingga pertambahan usia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement