Selasa 06 Oct 2020 07:12 WIB

PSBB Jilid 4: Antara Dilema dan Keniscayaan

Apakah ada opsi lain dalam pencegahan penularan Covid-19 selain PSBB?

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang Defriman Djafri
Foto: Republika/Febrian Fachri
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang Defriman Djafri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Defriman Djafri, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas; Ketua, Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Provinsi Sumatera Barat

Lonjakan kasus Covid-19 di Sumatera Barat (Sumbar) beberapa pekan terakhir ini, mulai dirasakan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan tenaga kesehatan. Kondisi ini diperparah, tenaga kesehatan yang sudah mulai kewalahan dan bertumbangan menghadapi penularan virus corona ini.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pernah diberlakukan dua kali perpanjangan dalam pengendalian Covid-19 di Sumbar diharapkan menjadi solusi konkret untuk mengendalikan Covid-19 di Sumbar. Jika PSBB Jilid ke-4 akan diterapkan kembali adalah sebuah keniscayaan. Atau ada opsi lain yang akan ditempuh dalam pengendalian dan pencegahan penularan corona virus ini?

Sebelum kita berbicara PSBB, apa sebenarnya makna dari lonjakan kasus saat ini? Dua kata yang bisa menggambarkan “Kekhawatiran” dan “Kebahagiaan”. Dua sisi yang berbeda, kekhawatiran sangat jelas dirasakan banyaknya orang yang tertular/terinfeksi dan ditambah dari yang terinfeksi yang membutuhkan perawatan dan diikuti laju kematian yang sangat cepat saat ini.

Sense of emergency bisa digambarkan dari data lonjakan kasus, laju kematian dan kesiapan sistem kesehatan. Di sisi lain, lonjakan kasus, bisa dimaknai sebuah kebahagiaan di mana kapasitas kemampuan testing dan pelacakan yang sangat mumpuni bekerja dalam mendeteksi secara cepat.

Sangat jelas, konsekuensi yang diterima terjadi peningkatan kasus, kasus yang masih tersembunyi atau belum terdeteksi, cepat terdeteksi dalam memutus mata rantai penularan. Di sini makna bahagia, kita mampu menyelamatkan orang lain yang akan terinfeksi berikutnya.

Perlu diingat, yang terdeteksi dengan cepat juga harus dipastikan diisolasi dengan cepat dan benar. Isolasi yang benar juga butuh edukasi dan promosi kesehatan yang benar, agar pekerjaan kita tidak sia-sia. Yang terdeteksi, jangan sampai terjadi penularan ke individu yang lain. Kasus penularan seperti ini banyak dilaporkan.

Di sisi lain, kita juga butuh gambaran “Viral Load” yakni jumlah kuantitatif partikel virus yang masuk ke sistem tubuh. Ini sangat penting, gambaran kasus yang terdeteksi saat ini, berapa proporsi kondisi viral load yang banyak? Apakah yang terdeteksi saat ini infeksius atau tidak? Karena yang terkonfirmasi positif belum tentu infeksius. Apakah kita mendeteksi sebelum masa infeksius atau sesudah itu?

Ini juga menjadi keterlambatan dalam pengendalian. Artinya keburu telah menginfeksi orang lain baru kita tangkap. Data viral load bisa menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi dari sistem surveilens di lapangan.

Tujuannya untuk memastikan pelacakan yang dilakukan apakah orang, waktu, dan tempat yang benar. Analisis data generasi penularan perlu dianalisis dengan detail dan tajam. Ini juga untuk memastikan peningkatan kasus apakah benar-benar imported cases secara keseluruhan atau transmisi lokal yang terjadi yang tidak terkendali saat ini.

Kita harus belajar dari pengalaman sebelumnya, data yang dinamis diperoleh di lapangan sangat berbeda dengan data atau informasi yang diperoleh dari orang-orang yang terinfeksi. Jika data ini digabungan data viral load dan data surveilens ini dianalisis dengan baik, ini memberikan gambaran utuh pola transmisi dan severitas Covid-19 di Sumbar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement