Senin 19 Oct 2020 17:56 WIB

Kampus Harus Ciptakan Ekosistem Kebebasan Berpikir

Tidak boleh ada satu kampus pun yang mencederai kebebasan berpikir.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Rektor Universitas Alazhar Indonesia Asep Saefuddin mengatakan kampus adalah satu tempat yang menjamin kebebasan berpikir. [Foto ilustrasi Mahasiswa]
Foto: Reuters/Patrick T Fallon
Rektor Universitas Alazhar Indonesia Asep Saefuddin mengatakan kampus adalah satu tempat yang menjamin kebebasan berpikir. [Foto ilustrasi Mahasiswa]

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Alazhar Indonesia Asep Saefuddin mengatakan kampus adalah satu tempat yang menjamin kebebasan berpikir. Ia mengatakan, tidak boleh ada satu kampus pun yang mencederai kebebasan berpikir itu. 

Dalam kebebasan berpikir itu juga berarti harus saling memahami pendapat orang lain. "Kalau kita memahami esensi dari kebebasan berpikir, maka kita akan menghormati kebebasan berpikirnya orang lain. Kita akan memahami perbedaan pendapat," kata Asep, dalam diskusi daring bertajuk Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Kampus, Ahad (18/10). 

Baca Juga

Ia menjelaskan, kampus harus bisa membuat ekosistem kebebasan berpikir untuk para mahasiswa. Sebab selayaknya hukum kekekalan energi, jika kebebasan berpikir ditekan maka justru akan mengalir ke sesuatu yang tidak terarah. 

"Karena ada sesuatu (kebebasan berpikir) yang ditekan maka kampus dilarang melakukan penekanan terhadap perbedaan pendapat," kata dia menegaskan. 

Kendati demikian, dalam kebebasan berpendapat tersebut, mahasiswa juga harus memahami apa yang ia kerjakan. Jangan sampai, pendapat mahasiswa hanya sekadar ikut-ikutan mengikuti arus tanpa memahami sepenuhnya apa yang terjadi. 

Jika penerapan kebebasan berpendapat mampu dibangun di kampus, maka mahasiswa juga harus mencari data yang berkaitan dengan pendapatnya. Dalam mengembangkan pendapat dan berpikir kritis, data yang dipahami tidak boleh hanya yang mendukung argumennya. 

Mahasiswa juga harus mencari data yang memiliki sudut pandang berbeda dari pendapatnya. "Tidak bisa mengambil data yang mendukung saya semua. Itu salah di dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Tapi harus benar-benar bebas dia sampai pengambilan datanya pun betul-betul mendukung atau tidak mendukung terhadap hypothetical thinking-nya," kata dia lagi. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement