REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memaparkan sejumlah kerawanan dalam pelaksanaan debat publik pada Pilkada 2020. Mulai dari jadwal dan lokasi atau tempat yang tidak sesuai ketentuan hingga materi debat yang bersifat rahasia terbuka atau bocor. "Kadang-kadang kemudian tim sukses menyampaikan pasangannya keberatan ini itu," ujar anggota Bawaslu RI, M Afifuddin dalam webinar, Jumat (6/11).
Ia melanjutkan, kerawanan debat publik lainnya terkait materi debat bukan dari visi dan misi pasangan calon (paslon). Kemudian, moderator dan/atau jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak netral.
Ia mengingatkan agar moderator tidak memberikan komentar penilaian dan kesimpulan terhadap penyampaian materi debat dan perlakuan yang berimbang. Menurut Afif, biasanya visi dan misi paslon sudah tergambar dengan istilah yang sama persis dengan apa yang disampaikan tim pakar.
Hal itu harus dihindari dengan pemilihan diksi yang tepat oleh moderator maupun KPU sebagai penyelenggara debat. "Tapi kita bisa mencarikan kata-kata yang lain yang tidak sama persis dengan materi yang ada dalam visi misi, slogan, tagline, dan seterusnya," kata Afif.
Selain itu, kerawanan debat publik lainnya, antara lain, calon atau paslon dan tim kampanye melakukan tindakan yang dilarang. Tidak terdapat dokumen surat izin dari calon atau paslon yang berhalangan serta pelanggaran tata cara dan protokol kesehatan Covid-19.
Afif mengatakan, hal-hal di atas juga menjadi objek pengawasan Bawaslu terhadap pelaksanaan debat publik. Di tengah pandemi Covid-19, pelaksanaan debat pun harus mematuhi ketentuan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang sudah diatur dalam Peraturan KPU.
Misalnya saja, peserta tidak melampaui batas jumlah maksimal serta menggunakan masker dan menjaga jarak. Jika terdapat pelanggaran, maka jajaran Bawaslu akan menuangkannya dalam laporan hasil pengawasan dan alat kerja pengawasan kampanye.