REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas YARSI Fasli Jalal mengatakan, salah satu yang menjadi hambatan pendidikan Indonesia adalah rendahnya angka partisipasi kasar (APK) pada bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Tinggi (PT). Di dalam peta jalan pendidikan, perlu dipikirkan bagaimana mengatasi hambatan tersebut.
"PAUD dan PT ini bottleneck kita. Sementara (APK) PAUD kita masih tertatih-tatih di sekitar 30 persen. Di pendidikan tinggi, ini juga menjadi bagian penting untuk kemajuan bangsa kita, masih berada sekitar 36 persen," kata Fasli, dalam Webinar Nasional Cides ICMI Peta Jalan Pendidikan, Selasa (16/3) malam.
Dia menjelaskan, pendidikan pra sekolah dan perguruan tinggi memiliki hubungan yang linear dengan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, Indonesia harus fokus pada meningkatkan APK di kedua jenjang ini ke depannya.
Keberadaan peta jalan pendidikan menjadi penting agar kebijakan pendidikan bergerak dengan arah yang pasti. Sistem pendidikan nasional yang ada saat ini dinilai belum mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Beberapa permasalahan yang perlu ditangani adalah kondisi pendidikan saat ini, khususnya pada era pandemi. Menurut Fasli, pembelajaran jarak jauh adalah bagian yang penting dalam menyiapkan pendidikan di masa depan. Ke depannya, pembelajaran dengan metode campuran (blended learning) akan banyak digunakan dan salah satu yang perlu didorong adalah online learning.
"Pada bagian-bagian tertentu mungkin akan banyak menggunakan kemampuan kita menggunakan teknologi," kata dia lagi.
Walaupun demikian, peta jalan pendidikan menurut Fasli mestinya tidak hanya fokus pada penggunaan teknologi. Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Indonesia juga harus diperkuat di dalam peta jalan pendidikan.
Tidak adanya frasa agama perlu dipikirkan dengan baik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebab, jika melihat peraturan-peraturan di atas peta jalan, 'agama' selalu dibawa dan disebutkan secara tegas.
Di dalam salah satu visi yang tergambar di peta jalan pendidikan, disebutkan keinginan untuk membangun rakyat Indonesia menjadi pembelajar seumur hidup yang terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia. Di sinilah yang menurut Fasli perlu dikoreksi, yaitu tidak adanya kata 'agama'.
"Kata-kata agama selalu tertulis pada saat kita mendefinisikan seperti apa masyarakat yang kita inginkan. Agama dulu, baru budaya Indonesia, baru Pancasila," kata dia.