REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan beberapa informasi terkait temuan kasus flu burung H10N3 pertama pada manusia di dunia. Dalam pernyataannya, WHO menyoroti soal transmisi dan kemungkinan wabah dari flu burung H10N3.
Kasus flu burung H10N3 pertama pada manusia ini ditemukan di Zhenjiang, provinsi Jiangsu, Cina. Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 41 tahun.
Terkait temuan ini, WHO mengungkapkan bahwa masih belum diketahui bagaimana pasien tersebut bisa terkena flu burung H10N3. Hingga saat ini, otoritas kesehatan masih melakukan investigasi untuk mendapatkan kejelasan akan hal tersebut.
"Sumber dari paparan pasien tersebut terhadap virus H10N3 belum diketahui untuk saat ini," jelas WHO, seperti dilansir ABC News, Ahad (6/6).
WHO juga mengatakan virus H10N3 ini tampak tidak menular antarmanusia. Alasannya, belum ada bukti yang menunjukkan adanya transmisi flu burung H10N3 dari manusia ke manusia.
Di samping itu, orang-orang yang pernah berkontak dengan pasien juga berada di dalam pengawasan medis. Hingga saat ini, WHO mengatakan tak ada temuan kasus flu burung H10N3 lain yang ditemukan di antara penduduk lokal.
WHO menjelaskan bahwa H10N3 merupakan strain patogen rendah dari virus yang biasa ditemukan pada unggas. Artinya, H10N3 memiliki kemungkinan yang relatif rendah untuk menyebabkan penyakit berat.
Selain itu, sifat dari strain tersebut juga menunjukkan bahwa risiko transmisi dalam skala yang luas terbilang rendah. WHO juga mengungkapkan bahwa sebelum ini, tak pernah ditemukan kasus flu burung H10N3 pada manusia di dunia.
"Ini merupakan laporan pertama kepada WHO mengenai infeksi H10N3 pada manusia," papar WHO.
Melalui Global Influenza Surveillance and Response System (GISRS), WHO mengatakan mereka akan terus memonitor virus-virus influenza, termasuk yang memiliki potensi menyebabkan pandemi. Mereka juga akan terus melakukan penilaian risiko terhadap virus-virus tersebut.
"WHO sedang bekerja dengan otoritas nasional Cina dan rekan-rekan GISRS untuk melakukan penilaian dan penggambaran lebih lanjut mengenai peristiwa ini," jawab WHO.