Senin 05 Jul 2021 05:26 WIB

Ketika Pertimbangan Agama Dipinggirkan

Lesson Learning dari Covid-19 (6)

Red: Elba Damhuri
Nasaruddin Umar- Imam Besar Masjid Istiqlal
Foto:

Oleh : Prof Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal

Fikih yang terakhir ini bisa merepotkan pemerintah. Ia juga menolerir fikih mazhab Syafi’ yang dinilai mendukung politik paternalistik dan sosiologi patriarki. 

Tidak perlu menundukkan semua penduduk Indonesia cukup menundukkan raja-raja lokalnya, karena apa kata raja itu kata rakyatnya. 

Tidak perlu juga menundukkan semua warga, cukup menundukkan kaum laki-lakinya maka apa kata laki-laki itu akata perempuan. Teori ini secara defacto juga pernah diterapkan di masa pemerintahan Orde Lama dan di awal Orde Baru.

Deprivasi norma agama (Islam) selain akan menurunkan gairah politik juga berpotensi melahirkan ketegangan horizontal sesama warga bangsa. Apalagi jika deprivasi ini dirasakan oleh kaum mayoritas, maka itu akan sangat berarti secara politis. 

Politik Hindia Belanda ini ternyata membawa bom waktu. Pemanjaan terhadap golongan dan kelas masyarakat tertentu dan marginalisasi golongan dan kelompok lain ternyata menghasilkan diskriminasi secara ekonomi dan politik. Di antaranya pertumbuhan ekonomi tidak berbanding lurus dengan deret ukur populasi agama mayoritas di tanah air. 

Ini yang pernah diingatkan oleh Gus Dur, bahwa hati-hati jika pertumbuhan ekonomi itu hanya dirasakan oleh kelompok agama tertentu dan tidak ikut dirasakan oleh penganut agama mayoritas, maka itu berpeluang menjadi potensi konflik baru di masa depan.

Riligiusitas masyarakat Indonesia tidak perlu diragukan. Penempatan sila ketuhanan, baik dalam Piagam Jakarta maupun Pancasila, sebagai sila pertama menjadi bukti betapa religiousitas bangsa ini sangat kuat. 

Perolehan kemerdekaan yang amat heroic dan historic  juga tak dapat dipisahkan kentalnya faktor agama di dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Jadi sebaiknya semua pihak konsisten menggunakan bahasa dan spirit agama di dalam mempertahankan dan membangun bangsa ini.

Dengan menggunakan bahasa agama maka partisipasi aktif masyarakat pasti akan terwujud, karena mereka yakin membela tanah air adalah ibadah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement