Jumat 13 Aug 2021 18:13 WIB

Mengenal Sejarah Perang Jepang di Kuil Yasukuni

Kuil Yasukuni menjadi salah satu simbol sejarah perang Jepang.

Kuil Yasukuni menjadi salah satu simbol sejarah perang Jepang.
Foto: Wikimedia
Kuil Yasukuni menjadi salah satu simbol sejarah perang Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Hampir delapan dekade usai kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, kuil Yasukuni di Tokyo masih dianggap simbol yang kuat dari warisan zaman perang negara itu dan sumber ketegangan di kawasan Asia Timur. Dilansir dari reuters, Jumat (13/8), kuil dibangun untuk mengenang prajurit yang gugur dalam perang, dan dampaknya terhadap hubungan Jepang dengan China dan dua Korea.

Dibangun pada 1869 di sebuah kawasan yang rindang, kuil itu didedikasikan bagi 2,5 juta orang Jepang yang gugur dalam perang sejak abad ke-19 hingga Perang Dunia II. Dibiayai oleh pemerintah hingga 1945, Yasukuni ("negara yang damai") adalah pusat Shinto, keyakinan bangsa Jepang yang memobilisasi penduduk semasa perang untuk berjuang atas nama sang kaisar.

Baca Juga

Sejak 1978, dari sekian banyak nama yang diabadikan di kuil itu ada 14 pemimpin Jepang dalam Perang Dunia II yang didakwa sebagai penjahat perang "Kelas A" oleh sidang pengadilan Sekutu pada 1948, salah satunya adalah perdana menteri Jepang saat itu, Hideki Tojo. Tojo dan lainnya diam-diam diangkat statusnya menjadi "dewa" di kuil tersebut dalam sebuah upacara pada tahun yang sama.

Kabar itu memantik kemarahan publik.Kenangan PahitBanyak orang Jepang datang ke Yasukuni untuk memberi penghormatan pada kerabat. Kaum konservatif mengatakan para pemimpin harus mau mengenang mereka yang wafat dalam perang. Namun, China dan kedua Korea, membenci penghormatan kepada penjahat perang.

Orang-orang Korea masih kesal dengan Jepang yang menguasai negara mereka dari 1910 hingga 1945, sementara China punya kenangan pahit pada invasi dan pendudukan Jepang dari 1931 sampai 1945. Para kritikus di Jepang melihat Yasukuni sebagai simbol militerisme masa lalu.

Mereka mengatakan kunjungan para pemimpin ke kuil itu melanggar pemisahan agama dan negara yang dimandatkan oleh konstitusi pascaperang. Sebuah museum di dasar kuil dikritik karena menggambarkan perang yang dilancarkan Jepang untuk membebaskan Asia dari imperialisme Barat namun mengabaikan kekejaman tentara Jepang.

Nama ribuan orang dari Taiwan dan Korea yang terbunuh saat membantu tentara kekaisaran juga diabadikan di kuil Yasukuni. Sejumlah kerabat meminta nama-nama itu dihapus.

Kaisar Hirohito, yang namanya menjadi alasan prajurit Jepang berperang, mengunjungi Yasukuni delapan kali sejak konflik berakhir hingga 1975. Para sejarawan mengatakan dia berhenti mengunjungi Yasukuni karena merasa tidak senang dengan hukuman yang dijatuhkan pada pemimpin perang Jepang.

Puteranya, Akihito, yang mewarisi tahta pada 1989 dan lengser pada 2019, tak pernah berkunjung. Begitu pula Naruhito yang kini menjadi kaisar.

Banyak perdana menteri Jepang mengunjungi Yasukuni pascaperang, namun enggan mengatakan kunjungan mereka bersifat resmi. Yasuhiro Nakasone berkunjung pada 1985 saat memperingati 40 tahun berakhirnya perang. Dia tak melakukannya lagi setelah dikritik keras oleh China.

Junichiro Koizumi melakukan kunjungan tahunan saat menjabat dari 2001 hingga 2006 dan memicu ketegangan dengan China. Shinzo Abe, yang ingin menghidupkan kembali kebanggaan bangsa Jepang masa lalu, berkunjung pada Desember 2013. Dia mengatakan, kedatangannya untuk berdoa bagi arwah korban perang dan "memperbarui janji bahwa Jepang tak akan mengobarkan perang lagi".

Kunjungannya menyulut kemarahan di Beijing dan Seoul, dan ungkapan "kekecewaan" dari Amerika Serikat. Abe tidak melakukannya lagi saat menjadi perdana menteri dan hanya mengirimkan persembahan.

Perdana Menteri Yoshihide Suga belum pernah mengunjungi Yasukuni sejak menjabat pada September tahun lalu. Pada Oktober, dia mengirimkan persembahan ketika kuil menggelar festival musim gugur. Pemerintah Korsel lalu mengeluarkan pernyataan "penyesalan yang mendalam".

Pemerintah Jepang berencana memperluas areal Taman Makam Nasional Chidorigafuchi yang berada dekat kuil sebagai situs peringatan alternatif. Sebuah panel pada 2002 mengusulkan sebuah fasilitas sekuler yang dikelola negara bagi korban tewas akibat perang.

Namun, tak satu pun dari gagasan-gagasan itu yang ditindaklanjuti. Kalangan lain menyarankan agar nama-nama penjahat perang dihapus dalam daftar penghormatan, namun pejabat kuil mengatakan hal itu tidaklah mungkin.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement