Selasa 21 Sep 2021 17:45 WIB

Passing Grade PPPK Dipersoalkan, Ini Kata Kemendikbud

Passing grade sebagai jaminan guru PPPK memiliki pengetahuan minimal.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Guru honorer di Aceh beraksi agar Presiden Joko Widodo memperhatikan nasib mereka.
Foto: Antara/Ampelsa
[Ilustrasi] Guru honorer di Aceh beraksi agar Presiden Joko Widodo memperhatikan nasib mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menyatakan, para peserta tes Seleksi Guru ASN PPPK 2021 yang belum mencapai nilai batas kelulusan dapat mengikuti tes di tahap II dan III. Penentuan angka nilai batas dilakukan untuk menjamin setiap peserta tes yang dinyatakan lulus memiliki pengetahuan minimal yang dibutuhkan untuk menjadi guru ASN PPPK.

"Bagi peserta tes yang belum mencapai nilai batas kelulusan, Panselnas Seleksi Guru ASN PPPK 2021 memberikan kesempatan untuk mengikuti tes seleksi tahap II dan tahap III," ujar Plt Kepala Biro BKHM Kemendikbudristek, Anang Ristanto, kepada Republika, Selasa (21/9).

Baca Juga

Anang menyampaikan, kesempatan kedua dan ketiga tersebut diberikan dengan harapan para guru dapat memanfaatkannya untuk belajar kembali. Dengan belajar kembali tersebut, ia mengatakan, Kemendikbud berharap guru-guru peserta Seleksi Guru ASN PPPK dapat mencapai nilai batas kelulusan pada seleksi kompetensi tahap II dan III.

Menurut Anang, nilai batas kelulusan ditetapkan oleh Panselnas Seleksi Guru ASN 2021. Dalam penetapan nilai batas itu, Panselnas merujuk kepada hasil proses pengaturan standar yang melibatkan panel ahli substansi, baik dosen, guru, maupun praktisi di setiap mata pelajaran.

“Hasil uji coba empiris yang dipandu oleh tim ahli psikometrika, baik dosen maupun praktisi, untuk menjamin bahwa setiap peserta tes yang dinyatakan lulus memiliki pengetahuan minimal yang dibutuhkan untuk menjadi guru ASN PPPK,” kata Anang.

Terkait nilai afirmasi, dia menyatakan, pemberian nilai afirmasi tersebut dilakukan sebagai penghargaan kepada peserta tes yang telah memenuhi kriteria atau spesifikasi tertentu. Dia mengambil contoh pemberian informasi kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik, guru honorer kategori 2 (K2), guru berumur lebih dari 35 tahun, dan guru disabilitas.

Mengenai perbedaan bobot soal dalam try out yang disediakan pemerintah dengan soal ujian, Anang menerangkan, soal ujian dan modul serta soal try out pada Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Belajar Mandiri Calon Guru ASN PPPK dikembangkan dari cakupan kisi-kisi yang sama. Namun, tingkat kedalaman soal yang berbeda.

"Perbedaan kedalaman cakupan materi tersebut sebagai ruang bagi calon peserta untuk mempersiapkan penguasaan kompetensi teknis dengan lebih komprehensif sebagai calon guru yang efektif," tutur dia.

Sebelumnya, Ketua Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I), Titi Purwaningsih menekankan, pemerintah harus melakukan evaluasi kembali berdasarkan masukan-masukan dan temuan-temuan yang ada di lapangan. Pemerintah perlu membuat formulasi untuk menemukan solusi atas persoalan-persoalan yang telah tersebut sehingga guru-guru lanjut usia tersebut tak terbebani psikologisnya karena harus mengulang ikut tes PPPK.

Menurutnya, para guru honorer K2 juga tertekan secara psikologis karena mereka sudah lama mengabdi tanpa ada status yang pasti, apakah mereka bisa menjadi ASN/PPPK atau tidak. “Begitu masuk ruangan, 'kalau saya nggak lulus gimana ya'. Yang malu dengan keluarga bagaimana dan lain sebagainya ini sudah menjadi nilai minus duluan," kata dia.

Ia tak memungkiri tes memang suatu tahapan yang harus dilewati. Hanya saja, pemberian afirmasi yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek kepada para guru honorer K2, semestinya sama dengan para guru honorer yang sudah bersertifikat pendidik.

"Masak honorer K2 yang sudah begitu lama mengabdi, minimal 17 tahun, hanya dikasih afirmasi 25 persen sedangkan yang punya sertifikat pendidik rata-rata itu kan guru swasta. Guru negeri atau honorer K2 itu minoritas sekali yang bisa sertifikasi. Karena memang terganjal oleh tata aturan," kata dia.

Titi Purwaningsih mengatakan, bagi para honorer yang melewati paruh baya, belajar menjelang ujian seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru seperti “melukis di atas air”. "Kalau usia sudah lanjut usia, belajar seperti apa pun tidak bisa maksimal," ujar Titi.

Menurut Titi, para peserta tetap belajar melalui tautan yang disediakan oleh Kemendikbudristek, Youtube, ataupun sumber lainnya. Namun, soal yang mereka hadapi di depan komputer ketika melakukan tes PPPK ternyata tidak sesuai dengan yang mereka pelajari. 

"Artinya, yang dipelajari teman-teman itu, banyak yang mengatakan, soalnya tidak sesuai dengan yang sudah dipelajari," kata Titi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement