REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdebatan tentang vaksin Covid-19 ditengarai berpotensi membuat hubungan dengan pasangan renggang. Argumen bisa mengenai perlu tidaknya anggota keluarga melakukan vaksinasi Covid-19, terutama vaksin untuk anak yang masih jadi wacana.
Kepala Eksekutif Asosiasi Konselor Australia, Philip Armstrong, mengatakan, pasangan dapat memiliki pandangan berbeda. Jika masing-masing terus mempertahankan pendirian berlainan itu, hubungan mereka bisa berada dalam risiko.
Data dari Universitas Melbourne mengungkap, sekitar delapan persen warga Queensland menolak divaksinasi. Selain itu, terdapat enam persen penduduk yang masih ragu. Apabila orang tua termasuk dalam kelompok ini, tentunya turut berimbas pada anak.
Armstrong mencontohkan, selisih pendapat biasanya karena profesi berbeda. Ada pasangan yang salah satunya memiliki profesi di mana vaksin merupakan keharusan, sementara yang lain tidak. "Dari yang saya lihat dan jumpai, ini tidak terbatas hanya pada kelompok sosial dan ekonomi tertentu," ujarnya.