REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Federasi Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah (IFRC) menyatakan, lebih dari 57 juta jiwa terdampak bencana yang dipicu ketidakpastian iklim di wilayah Asia Pasifik di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. "IFRC telah meluncurkan 26 operasi baru di 2021 yang dari jumlah tersebut 15 respon (operasi) terfokus pada bencana iklim. Sekitar 21 respon bencana masih dilakukan oleh IFRC dari tahun sebelumnya di berbagai wilayah Asia dan Pasifik," kata Manajer Operasi Tanggap Darurat IFRC Jessica Letch dalam siaran persnya, Jumat (31/12).
Asia Selatan menjadi wilayah yang mengalami dampak terburuk tahun ini dengan jutaan jiwa terdampak bencana dan hanya memiliki waktu pemulihan yang singkat. Seperti laporan dari Divisi Pengelolaan Bencana Pemerintah India, lebih dari 18 juta penduduk negara tersebut terdampak banjir dan siklon.
Kemudian di Bangladesh, dalam beberapa pekan lebih dari 500 ribu penduduk terdampak bencana banjir. Bahkan di Nepal satu pertiga negara itu terdampak banjir dan tanah longsor di luar musim hujan. Menurut Jessica, tahun ini (2021) di tengah pandemi COVID-19 jutaan jiwa yang tinggal di wilayah Asia merasakan dampak bencana yang datang silih berganti.
Tim Kesehatan Darurat IFRC melaporkan bencana iklim yang datang terus menurus dan sulit diprediksi berdampak terhadap kehidupan masyarakat seperti di India, Indonesia, Nepal hingga Bangladesh. Sekitar 13,9 juta jiwa terdampak karena banjir di Provinsi Henan, Cina, pada Juli lalu. Selain itu, Indonesia pun merasakan dampak bencana banjir yang terjadi pada bulan lalu berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Di negara lainnya, seperti Afganistan, kekeringan yang sangat berdampak kepada perekonomian sehingga konsekuensinya harus ditanggung lebih dari 22.8 juta warga yang tinggal di negara tersebut seperti data yang diterima dari dari Integrated FoodSecurity. Selanjutnya, sekitar satu jiwa rakyat Thailand terjebak banjir, untuk di Filipina kurang lebih 500 ribu rakyatnya terdampak banjir dan topan, di Myanmar lebih dari 125 ribu jiwa terdampak banjir. Negara di Pasifik juga mengalami banjir karena badai dan meningkatnya ketinggian ombak.
"Merespon bencana yang kompleks di tengah pandemi COVID-19 serta iklim yang sulit diprediksi memicu munculnya bencana banjir dan badai yang berdampak kepada jutaan jiwa," katanya.
Jessica mengatakan, investasi IFRC terhadap sistem peringatan dini diharapkan dapat mempersiapkan komunitas untuk dapat bertindak sebelum bencana terjadi dan mengurangi korban jiwa dengan meningkatnya risiko dari perubahan iklim.