Sabtu 12 Feb 2022 06:16 WIB

Mengapa Anosmia Covid-19 tidak Kunjung Sembuh?

Sebagian penyintas Covid-19 terus mengalami disfungsi indra penciuman.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Sebagian penyintas Covid-19 mengalami disfungsi indra penciuman.
Foto: www.freepik.com.
Sebagian penyintas Covid-19 mengalami disfungsi indra penciuman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar setengah dari pasien Covid-19 mengalami disfungsi indra penciuman atau anosmia. Umumnya, indra penciuman mereka akan kembali dalam waktu enam minggu atau lebih, tetapi sekitar 10 persen terus mengalami masalah.

Para ilmuwan dibuat bingung dengan efek Covid-19 pada penciuman karena neuron sensorik penciuman manusia tidak membawa reseptor membran yang memungkinkan virus menginfeksi. Selain itu, pasien Covid-19 cenderung tidak memiliki gejala hidung tersumbat yang menyebabkan hilangnya penciuman pada infeksi seperti flu biasa.

Baca Juga

Penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan di Universitas Columbia, di New York City, telah memberikan sebuah penjelasan yang logis. Studi yang diterbitkan di Cell tersebut menunjukkan bahwa respons imun terhadap virus ketika menginfeksi sel tetangga (neighboring cells) entah bagaimana menonaktifkan gen yang memproduksi reseptor penciuman di neuron penciuman. Biasanya, neuron penciuman mencatat aroma atau bau dengan mengirimkan sinyal listrik ke otak ketika reseptor mereka mengikat molekul bau.

Para peneliti menyelidiki apa yang terjadi ketika virus menginfeksi jaringan penciuman pada hamster. Tim kemudian memeriksa jaringan dari 24 jenazah manusia yang diotopsi, 18 di antaranya meninggal karena Covid-19.

Pada hamster, peneliti menemukan bahwa virus menginfeksi sel pendukung di jaringan yang disebut sel sustentacular dan mengurangi jumlahnya. Sementara jumlah neuron penciuman dalam jaringan tidak berubah, infeksi menarik sel imun ke area tersebut. Ini tampaknya memiliki efek knock-on dari reorganisasi kromosom dalam inti neuron penciuman, yang pada gilirannya mengurangi ekspresi gen yang memproduksi reseptor penciuman.

Ketika para peneliti menganalisis jaringan penciuman dari otopsi manusia, mereka dapat memastikan bahwa Covid-19 dikaitkan dengan penurunan yang signifikan dalam produksi reseptor penciuman. Ada juga perombakan dalam organisasi internal inti neuron penciuman, sehingga gen reseptor pada kromosom yang berbeda tidak lagi kontak fisik.

Para peneliti percaya bahwa sitokin (molekul sinyal yang diproduksi oleh sel-sel kekebalan) memicu perubahan dalam organisasi internal inti neuron penciuman. Gangguan ini mungkin merupakan semacam “memory nuclear " yang mencegah kembalinya pembuatan reseptor ke normal setelah infeksi teratasi.

“Temuan kami memberikan penjelasan mekanistik pertama tentang disfungsi penciuman pada Covid-19 dan bagaimana ini dapat mendasari long Covid,” kata penulis koresponden Dr Benjamin tenOever, anggota fakultas mikrobiologi dan kedokteran di Universitas New York.

Para peneliti berspekulasi bahwa efek serupa pada nukleus dalam sel otak mungkin mendasari efek neurologis lain yang masih ada, seperti kabut otak, sakit kepala, dan depresi, pada long Covid.

Namun profesor farmakologi dan fisiologi di University of Nevada School of Medicine, Christopher von Bartheld, merasa skeptis tentang temuan tersebut. Pada tahun 2020, dia ikut menulis ulasan tentang kemungkinan mekanisme di balik hilangnya indra penciuman dalam kasus Covid-19. Dia menunjukkan bahwa penurunan regulasi gen reseptor penciuman terjadi setelah neuron sensorik menarik proyeksi seperti rambut yang disebut silia.

“Hilangnya silia yang mengandung odorant receptor akan membuat neuron tidak berfungsi dan menjadi penyebab utama anosmia. Downregulation ekspresi odorant receptors mungkin sekunder untuk proses semacam itu,” kata dia seperti dilansir dari Medical News Today, Sabtu (12/2/2022).

Para penulis studi ini mengakui beberapa keterbatasan studi mereka. Misalnya, mereka tidak dapat menentukan molekul mana yang menginduksi reorganisasi inti di neuron penciuman.

Selain itu, mereka tidak dapat memastikan bahwa Covid-19 mengurangi ekspresi gen reseptor penciuman pada manusia. Neuron penciuman pada hamster dapat merespons secara berbeda terhadap infeksi yang mendasarinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement