REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah besar kasus pubertas dini di kalangan anak perempuan telah dilaporkan terjadi selama pandemi. Hal ini menjadi laporan bersama The Fuller Project dan The Washington Post.
Pubertas dini jarang terjadi. Kasusnya hanya sekitar satu dari setiap 5.000 hingga 10 ribu anak.
Anak perempuan sekitar 10 kali lebih banyak mengalaminya daripada anak laki-laki. Tapi sejak pandemi dimulai, dokter dan orang tua di seluruh dunia telah mencatat lonjakan substansial dalam pubertas dini.
Dalam beberapa kasus, anak perempuan berusia lima tahun mulai mengembangkan payudara. Sementara itu, anak perempuan di bawah delapan tahun sudah mulai menstruasi.
"Saya perhatikan bahwa beberapa (pasien perempuan) saya mendapat menstruasi setelah lockdown," ungkap Adiaha Spinks-Franklin MD, seorang dokter anak di Texas Children’s Hospital, seperti dilansir laman Web MD, Jumat (1/4/2022).
Kondisi yang juga disebut precocious puberty didefinisikan sebagai perubahan terkait pubertas lebih awal dari biasanya atau dari perkiraan, yang dimulai sekitar usia delapan tahun untuk anak perempuan dan usia sembilan tahun untuk anak laki-laki. Kadang-kadang, kondisi itu dapat disebabkan oleh sindrom genetik, masalah sistem saraf pusat, tumor pada ovarium, kelenjar adrenal, kelenjar pituitari, atau otak.
Dokter anak di seluruh dunia telah melaporkan makin banyak kasus pubertas sebelum waktunya. Menurut laporan The Washington Post, kasusnya juga dilaporkan terjadi di Amerika Serikat, India, Italia, dan Turki.
Sebuah studi baru-baru ini menemukan lebih dari 300 anak perempuan dirujuk ke lima pusat endokrinologi pediatri di Italia antara Maret hingga September 2020. Padahal, selama periode waktu yang sama pada 2019 cuma ada 140 rujukan.
Dalam penelitian lain, sebuah klinik endokrinologi anak di Turki melaporkan 58 kasus selama tahun pertama pandemi. Selama tiga tahun sebelumnya total kasusnya cuma 66.