Selasa 05 Apr 2022 14:52 WIB
Rumah Gagasan

Dari 'Learning Loss' Menuju 'Learning Gain'

Siswa akan benar-benar belajar saat mereka sudah terpojok dalam penyelesaian masalah.

Siswa belajar di rumah (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Siswa belajar di rumah (ilustrasi).

Oleh : Puji Rahayu*

REPUBLIKA.CO.ID,  Dalam Bahasa Indonesia, learning loss berarti penurunan belajar atau kemunduran belajar yang diakibatkan oleh hilangnya akses bersekolah. Penyebabnya bukan hanya karena benar-benar tidak bersekolah tetapi karena mode persekolahan daring yang tidak maksimal, atau bahkan karena kualitas persekolahan yang tidak baik.   

Isu learning loss biasannya muncul setelah liburan musim panas di berbagai negara empat musim. Para ahli memperkirakan penurunan skor PISA sampai 38 poin akibat dari learning loss ini. Sementara itu, kemunduran belajar di Indonesia disinyalir terjadi akibat penutupan sekolah (perubahan mode luring ke daring) karena pandemi Covid-19. Efeknya lebih besar terjadi pada anak-anak kalangan bawah.

Cukup beralasan karena sekolah daring mengharuskan ketersediaan jaringan internet dan sarana komunikasi, yang tidak dimiliki anak-anak kalangan bawah. Tidak hanya di daerah pinggiran, pada 2020, sekitar 10-20 persen peserta didik di Jakarta tidak bisa dihubungi oleh sekolah karena tidak memiliki koneksi internet (bahkan perangkat) untuk mengakses paket-paket pembelajaran.

Tanda-tanda learning loss antara lain menurunnya semangat dan prestasi belajar. Semangat belajar menurun karena kesulitan beruntun yang dialami karena kendala jaringan dan lokasi para peserta didik.  Akibatnya terjadi penurunan prestasi belajar, baik pengetahuan kognitif maupun keterampilan atau kreativitasnya. 

Tidak adil menyalahkan pembelajaran daring semata atas kemunduran belajar akibat pandemi. Kurangnya kualitas pembelajaran menjadi penyebab utama sebagai dampak persiapan yang belum tuntas atau bahkan tidak dilakukan sebelumnya.

Bisa dimaklumi karena penerapan pembelajaran daring sangat mendadak. Laporan dari Bank Dunia pada Agustus 2020 menyebutkan bahwa di Jakarta saja ketidaksiapan dari pembelajaran daring terjadi di berbagai jenjang pendidikan. 

Daripada meributkan kemunduran belajar dan sibuk mencari siapa yang salah lebih baik fokus pada perbaikan pendidikan, baik daring maupun luring. Kalau sudah baik, pendidikan di Indonesia bisa lebih responsif dan adaptif dalam menghadapi kondisi-kondisi darurat.

Ketidakpastian pandemi seharusnya mengajari kita melihat pembelajaran daring bukan sebagai backup plan tapi sebagai salah satu strategi utama. Sebagai backup plan yang sementara, pelak­sanaan pembelajaran daring cenderung seadanya. Karena hanya sementara, kekurangan-kekurangan yang terjadi bisa diperbaiki saat pembelajaran luring.  

Kenyataannya, pandemi terjadi lama sehingga pembelajaran daring harus setara dengan pembelajaran luring. Dengan demikian, kita bisa secara fleksibel berpindah dari luring ke daring atau sebaliknya, tanpa ada yang dirugikan, saat kondisi mengharuskan.   Sekolah perlu mempersiapkan pembelajaran daring yang berkualitas, sarana prasarana yang mencukupi, dan pembinaan profesi guru yang berkelanjutan. Diharapkan, para guru memiliki keterampilan mengajar daring yang mumpuni. 

Para siswa dan keluarga berpartisipasi serius karena pembelajaran daring tidak sementara tapi merupakan langkah adaptasi yang dibutuhkan. Orang tua mendukung dengan lingkungan belajar yang kondusif, tidak membiarkan partisipasi negatif anak-anak mereka.   

Merangsang proses belajar

Pembelajaran daring selama pandemi, menurut penelitian, kurang merangsang proses belajar siswa. Siswa berulang kali diminta mengakses sumber belajar, video atau teks, kemudian mengerjakan tugas. Bisa dibayangkan betapa bosan mereka karena tugas yang monoton. Akibatnya, tugas dikerjakan seadanya yang penting dikumpulkan toh belum tentu diperiksa apalagi dapat umpan balik.  

Memberikan kegagalan yang produktif dan pembelajaran kooperatif menurut saya bisa memberikan rangsangan belajar yang dibutuhkan siswa.  Apapun yang disampaikan oleh guru, da­ring maupun luring, tidak akan banyak diperhatikan oleh peserta didik tanpa adanya rasa ingin tahu siswa. Bagaimana menumbuhkan rasa ingin tahu siswa?  

Real-life experience! Suguhan otentisitas kehidupan yang dibawa ke pembelajaran adalah salah satunya. Misalnya, pengalaman gagal dalam menyelesaikan persoalan perlu dimasukkan dalam desain pembelajaran. Bukankah kita sering mendengar banyak orang sukses justru benar-benar belajar saat mereka mengalami kegagalan? 

Van- Lehn dalam tulisannya 'Impass-driven Learning' yakin bahwa siswa akan benar-benar belajar ketika mereka sudah terpojok dalam penyelesaian masalah. Manu Kapur dalam 'Productive Failure' bahkan menambahkan pentingnya kegagalan dalam belajar. Menurutnya, para siswa perlu diberikan kesempatan menyelesaikan masalah dunia nyata dengan segala kompleksitasnya. Sangat mungkin mereka akan mengalami kegagalan yang akan memantik rasa ingin tahu.

Di sinilah penjelasan guru diperlukan, langsung maupun melalui media digital. Mereka akan lebih antusias menyimaknya karena ingin mengetahui penyelesaian yang benar untuk memperbaiki kegagalan-kegagalan yang dialami.    

Siswa tidak dinilai kualitas penyelesaian masalahnya tapi tujuannya untuk aktivasi pengetahuan sebelumnya (prior knowledge) dalam aktivitas pecah-masalah tersebut. Proses ini sering disebut sebagai prior knowledge activation, yang akan membantu meronce hubungan antara ilmu yang sedang dipelajari dengan yang sebelumnya. 

Kolaborasi diperlukan dalam proses pemecahan masalah sehingga diperlukan desain pembelajaran kolaboratif. Syarat utama pembelajaran kolaboratif adalah interdependensi antar anggota kelompok yang akan memicu anggotanya saling bantu. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi satu orangpun ditinggalkan. Dengan slogan utama swim and sink together semua anggota memiliki peran masing-masing dalam rangka menyukseskan tujuan bersama. 

 

*Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris UII, Sekretaris Jurusan/Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Program Sarjana UII

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement