Selasa 19 Apr 2022 21:14 WIB

Epidemiolog: Imunitas Tubuh Terhadap Covdi-19 tidak Permanen

Imunitas Covid-19 tidak menjamin 100 persen tidak akan terjadi lonjakan.

Imunitas Covid-19 tidak menjamin 100 persen tidak akan terjadi lonjakan.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Imunitas Covid-19 tidak menjamin 100 persen tidak akan terjadi lonjakan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan bahwa imunitas tubuh terhadap COVID-19 tidak bersifat permanen. Hasil sero survei yang menunjukkan peningkatan kadar antibodi warga tidak 100 persen menjamin lonjakan penularan penyakit itu tidak terjadi lagi.

"Artinya tidak bisa menjamin 100 persen tidak terjadi lonjakan. Kita tahu bahwa imunitas terhadap COVID-19 tidak bersifat permanen," kata Dicky dalam rekaman video yang diterima di Jakarta, Selasa (19/4/2022).

Baca Juga

"Desember kita lakukan sero survei ordenya masih di angka ratusan, titer antibodinya sekitar 500 sampai 600, di bulan Maret ini ordenya sudah di angka ribuan, sekitar 7.000 sampai 8.000. Ini menunjukkan bukan hanya banyak masyarakat yang sudah memiliki antibodi, tetapi kadar antibodinyajuga tinggi," katanya.

Dicky menjelaskan bahwa hasil dari sero survei yang menunjukkan lanskap imunitas jauh lebih kuat dibandingkan sebelumnya dapat memberikan gambaran mengenai kondisi imunitas warga di suatu wilayah atau negara dan gambaran kondisi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk melonggarkan pembatasan. Namun, ia melanjutkan, hasil sero survei yang dilakukan dengan tekniksamplingtidak memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi kelompok warga yang tergolong rentan seperti warga lanjut usia, penderita penyakit komorbid, dan anak-anak.

"Ingat, ada kelompok masyarakat kita yang belum eligible (layak) terhadap vaksin COVID ini yaitu anak di bawah lima tahun yang belum bisa divaksin dan lansia yang menurun imunitasnya," katanya.

Selain itu, ia mengatakan,imunitas tubuh terhadap COVID-19 hanya akan bertahan setidaknya sampai lima bulan setelah vaksinasi. Kondisi yang demikian, ditambah menurunnya intensitas pemeriksaan untuk melacak kasus COVID-19, membuat risiko penularan virus corona tetap ada dalam masyarakat.Oleh karena itu Dicky menekankan pentingnya kehati-hatian untuk mencegah potensi peningkatan kasus COVID-19 dalam jumlah moderat sekalipun.

"Kalau bicara Indonesia, satu persen itu sudah jutaan," katanya.

Dicky menyarankan pemerintah tetap menggencarkan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 penguat pada warga guna menekan risiko peningkatan kasus pada masa libur Lebaran.

"Saya memilih sikap sebagai epidemiolog ya konservatif. Saya lebih confident (yakin) meletakkan dasar imunitas ini pada kelompok atau upaya yang berbasis vaksinasi, bukan terinfeksi. Oleh karena itu akselerasi booster, akselerasi pada dosis kedua harus dijaga, jangan sampai terjadi euforia akibat rilis data seperti ini," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement