Senin 18 Jul 2022 19:50 WIB

Hedonistik Media Massa dan Pusaran Badai Krisis Ekonomi

Media massa hendaknya jadi pemandu rakyat dalam hadapi krisis ekonomi.

Warga membaca koran yang dipajang di Papan Baca Monumen Pers Nasional, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (12/6/2021). Papan Baca yang merupakan fasilitas milik Kementerian Komunikasi dan Informatika tersebut memasang beberapa koran lokal dan nasional untuk memenuhi kebutuhan berita dan informasi lainnya bagi masyarakat.
Foto: Antara/Maulana Surya
Warga membaca koran yang dipajang di Papan Baca Monumen Pers Nasional, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (12/6/2021). Papan Baca yang merupakan fasilitas milik Kementerian Komunikasi dan Informatika tersebut memasang beberapa koran lokal dan nasional untuk memenuhi kebutuhan berita dan informasi lainnya bagi masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID-- Oleh: Angga Aminudin*

Belum usai badai krisis kesehatan Covid melanda dunia, setidaknya masih ada di beberapa negara. Kini publik dihadapkan pada ancaman badai krisis ekonomi yang akan menghantam berbagai negara secara global. Pengamat dan para ahli telah banyak yang memberikan analisa dan prediksinya. Salah satunya orang yang termasuk jajaran terkaya di dunia, Bill Gates. Sosok yang juga dikenal sebagai pebisnis, investor dan penulis. 

Founder perusahaan dunia perangkat lunak Microsoft Bill Gates, baru-baru ini memberikan prediksinya mengenai kekhawatiran masyarakat dunia tentang ancaman badai krisis ekonomi. Potensi krisis ekonomi global semakin membayangi harapan ekonomi ke depan. Sejumlah indikator akan resesi ekonomi ini semakin terang bederang. Menurut Bill Gates, krisis global akan segera tiba sebagai dampak invasi Rusia ke Ukraina. 

Selain karena invasi Rusia ke Ukraina, Bill Gates juga menyebutkan, dampak pandemi Covid-19 yang masih berkecamuk di berbagai belahan dunia saat ini turut menjadi penyebab terjadinya krisis global dalam waktu dekat. Bill Gates menjelaskan, krisis kesehatan akibat pandemi Corona akan berdampak di semua negara. Pasalnya, tingkat utang pemerintah sudah sangat tinggi saat ini. Selain itu, saat ini sudah ada masalah pada rantai pasokan pangan dunia.

Ditambahkan penjabarannya oleh Bill Gates, “Dengan berbagai persoalan tersebut, tentu akan menjadi akar masalah yang menyebabkan dunia mengalami penurunan ekonomi atau krisis ekonomi dalam waktu dekat. Kondisi ini akan mempercepat masalah inflasi dan kemungkinan memaksa bank sentral menaikkan suku bunga yang pada akhirnya akan menyebabkan krisis atau penurunan ekonomi."

Bagi Indonesia, Presiden Joko Widodo belum lama ini menginstruksikan jajarannya untuk mewaspadai situasi dunia yang tidak dalam kondisi normal termasuk mengantisipasi krisis pangan dan energi global. Ketua Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Rahmat Pambudy menilai pandemi covid-19, perang Rusia-Ukraina dan perubahan iklim menjadi pendorong ancaman krisis pangan global. Namun demikian optimistis terhadap daya tahan Indonesia menghadapi krisis bisa diatasi jika pemerintah dapat bergerak cepat melakukan antisipasi. 

Tentu saja gambaran kondisi ekonomi global ini, mendapat sorotan dari berbagai bidang. Salah satunya ketika dikaitkan dengan industri media massa. Tidak kita mungkiri, keberadaan media massa yang memiliki misi membangun masyarakat akan mendapatkan pengaruh yang signifikan mengenai keberlangsungan hidupnya. Apalagi secara umum media massa saat ini bercorak kapitalistik. Media banyak menggambarkan kehidupan sosial didominasi oleh para kapitalis dan liberalis.

Corak kapitalistik bisa terlihat salah satunya dari bagaimana media massa di Indonesia saat ini cenderung banyak menyajikan berita hedonistik berjudul bombastis. Seolah hanya mengikuti selera pasar yang masyarakat sukai. Pada akhirnya, masyarakat dihadapkan pada pilihan informasi yang disrealitas. Ini karena media—yang seharusnya melayani kebutuhan informasi masyarakat—dikuasai pihak pemodal yang mengedepankan aspek untung rugi daripada aspek baik dan buruk. Dampaknya, ketika pemodal mengalami keterpurukan karena kondisi krisis, media yang dikelolanya akan dijadikan alat peras sekehendaknya. 

Baru saja berdarah-berdarah, industri media massa ikut terdampak pandemi virus korona (covid-19). Pola kerja juga berubah dari sebelum pandemi, saat pandemi, dan menjelang era new normal (kenormalan baru). Saat itu, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan mengatakan salah satu tantangan media massa saat krisis ialah faktor biaya. Faktor ini cukup berdampak pada operasional perusahaan dan jurnalis. Sulitnya biaya operasional ini karena ada dampak faktor krisis ekonomi media. 

Jelas saja hal ini menimbulkan masalah klasik bagi penyelenggara media, berkurangnya peran edukasi terhadap masyarakat—termasuk literasi digital—. Walaupun tanggung jawab pendidikan bukan bertumpu pada media massa semata. Tapi apa mau dikata, sistem pendidikan di negeri ini terasa telah dikalahkan peran nya oleh cengkraman media. Kebingungan muncul ketika kita akan mendidik individu dan masyarakat untuk memilah berita/informasi berdasarkan standar jelas dan pasti keabsahannya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement