REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA –- Jurnalisme terkenal sebagai bidang yang sangat praktikal, sehingga tak banyak yang berpikir untuk konsisten mendalami ilmu ini hingga ke jenjang S3. Namun tidak demikian dengan Fitria Andayani. Wanita asal Bukittingi, Sumatera Barat ini, menjadi satu dari sedikit peneliti Indonesia yang mendapatkan gelar doktor di bidang jurnalistik.
“Saya tertarik mengeluti bidang ini sejak kecil karena saya sangat suka menulis dan membaca koran. Saya juga terinspirasi cerita Roehana Koeddoes, jurnalis perempuan pertama di Indonesia asal Minang,” ujarnya, Senin (18/7/2022).
Tidak tanggung-tanggung, gelar tersebut diperolehnya dari kampus jurnalistik tertua di dunia dan paling bergengsi di Amerika, Missouri School of Journalism, pada 15 Mei 2022. Dengan bantuan beasiswa FulbrightDikti, perempuan yang berprofesi sebagai dosen di Jurusan Komunikasi, Universitas Pertamina, Jakarta ini, mampu menamatkan pendidikan doktoralnya dalam waktu singkat kurang dari tiga tahun sejak Agustus 2019 dan dengan nilai sempurna atau indeks prestasi kumulatif (IPK) 4.00.
Dengan prestasinya itu, Fitria diundang menjadi bagian dari Kappa Tau Alpha, komunitas kehormatan di bidang jurnalistik dan komunikasi massa di Amerika. Hanya 10 persen dari lulusan jurnalistik Amerika yang diundang untuk bergabung di komunitas tersebut.
“Seperti mahasiswa S3 pada umumnya, perjalanan studi doktoral saya pun tidak mulus. Banyak hambatan yang harus dilalui. Saya hampir menyerah. Tapi saya ingat janji saya dengan diri sendiri untuk berkomitmen dengan setiap keputusan yang dipilih dalam hidup. Sehingga saya berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan studi ini tepat waktu dengan nilai yang baik. Dukungan yang diberikan oleh teman-teman, keluarga, dan para dosen membantu saya untuk mencapai hasil yang terbaik,” kisahnya.
Komitmen Fitria di bidang jurnalistik memang tak perlu diragukan. Karirnya sebagai dosen dan peneliti di bidang ini dimulai dengan menamatkan pendidikan sarjananya di sekolah jurnalistik terbaik di Indonesia, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Dia lalu menerapkan ilmu yang diperolehnya dengan menjadi jurnalis di sejumlah media terkenal di Indonesia. Sebagai jurnalis, Fitria mendapatkan kesempatan meliput berbagai jenis berita. Namun karya jurnalistiknya paling banyak bersinggungan dengan isu-isu bisnis dan ekonomi yang sukses mendapatkan sejumlah penghargaan.
“Menjadi seorang jurnalis adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah saya buat dalam hidup saya. Kalau saya bisa kembali ke umur 23 tahun pada 2009 saat baru lulus kuliah dan harus menentukan pilihan karir, saya akan tetap memilih menjadi jurnalis. Profesi ini memberi saya kesempatan untuk pergi ke berbagai tempat dan bertemu dengan banyak orang dengan kisah hidup unik yang menginspirasi. Saya belajar banyak tentang hidup dari pekerjaan ini,” ungkapnya.
Tak sampai di situ, demi mendalami ilmunya di bidang jurnalistik, pada 2014, Fitria melanjutkan pendidikandan memperoleh gelar S2 pada 2015 dari program master media dan jurnalistik terkemuka di Inggris yang diselenggarakan oleh Newcastle University. Pendidikan S2-nya pun didanai beasiswa bergengsi dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pengalamannya sebagai wartawan dan redaktur ekonomi selama lima tahun menginspirasi Fitria menulis tesis tentang perkembangan jurnalisme bisnis dan ekonomi di Indonesia.
Meskipun tak lagi berkarir sebagai jurnalis, Fitria tetap memiliki minat yang tinggi dalam memajukan dunia jurnalisme khususnya di Indonesia. Selama menempuh pendidikan di Missouri School of Journalism, Fitria menelurkan sejumlah penelitian terkait manajemen media, sosiologi media, jurnalisme kewirausahaan, kajian media, dan kajian jurnalistik.
Disertasinya berkisah tentang keberagaman di ruang redaksi (newsroom diversity) yang fokus menginvestigasi peran perempuan pemimpin dalam mendorong perubahan di ruang redaksi dan inovasi bisnis media.
“Saya ingin berkontribusi mencarikan jalan keluar dari stagnasi bisnis media saat ini. Di mana iklan sebagai model bisnis utama media tak lagi mampu mendukung keberlangsungan keuangan perusahaan berita akibat semakin tingginya persaingan perebutan kue iklan. Terutama akibat merajalelanya digital native media, pesatnya pertumbuhan mesin pencari online, serta berkembangnya media sosial. Karenanya banyak organisasi berita yang bangkrut dan jurnalis yang kehilangan pekerjaannya” jelasnya.
Kini Fitria aktif berbagi ilmu dan pengalamannya di bidang media dan jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia dan Amerika. Pengalamannya menimba ilmu di Indonesia, Inggris, dan Amerika menjadikannya peneliti, pengajar, dan penulis yang memiliki pendekatan unik, menarik, dan progresif dalam melihat berbagai fenomena terkait media dan jurnalistik.