REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Roemah Indonesia BV mengajak pasar Eropa untuk “Experiencing” kopi Indonesia. CEO Roemah Indonesia BV, Suryo Tutuko mengatakan pameran pasar kopi bertema 'Indonesian Coffee Market: Coffee Revolution' merupakan pameran kopi pertama yang mempersembahkan sejarah perjalanan kopi Indonesia dari abad ke-16 hingga saat ini.
Bicara tentang sejarah kopi, Suryo mengatakan, kopi Indonesia merupakan komoditi kolonial. Biji kopi ditanam rakyat Jawa dan dijual ke pasar Eropa untuk keuntungan VOC.
“Empat abad yang lalu, tak seorang pun rakyat Jawa bisa menikmati secangkir kopi dari hasil panennya sendiri,” kata Suryo dalam acara konferensi pers 'Pasar Kopi Indonesia' di Jakarta Selatan, belum lama ini.
Namun seiring zaman, dia mengatakan kehadiran kopi mengalami revolusi, di mana aroma kopi dapat di nikmati dari mulai kedai dan rumah rakyat, dari Sabang sampai Merauke. “Seperti kemerdekaan, kopi adalah hak semua rakyat,” ujar dia.
Pada pameran ini, sejarah kopi Indonesia diteliti dan dikurasi oleh sejarahwan Bonnie Triana dan Amir Sidharta. Bonnie mengatakan ada hal yang membedakan kopi Indonesia dan Amerika Latin, yaitu narasinya. Kopi dari Amerika Latin terkait dengan perbudakan, sedangkan kopi Indonesia terkait dengan kolonialisme.
“Tema yang menjadi bagian kopi itu sendiri adalah revolusi kopi dari kolonial. Saya ingin menceritakan kopi hadir pertama kali di Indonesia abad ke-16 sebagai komoditas yang tak bisa didekati rakyat,” kata Bonnie.
Karena hal itu, ada kemunculan kopi daun kawa dari Sumatra Barat. Kopi yang bagian dari koloialisme itu seiring perkembangan zaman kemudian mengalami evolusi yang bisa bebas dinikmati semua orang. Dahulu, kopi hanya dinikmati orang terbatas. Setelah panen, kopi dijual ke VOC dengan harga tinggi. Petani tak mendapatkan apa-apa, kecuali keringat.
“Itu yang mau kita ceritakan, bahwa kopi seiring zaman berkembang dari komoditi kolonial yang eksklusif, sekarang menjadi komoditi yang bisa dikonsumsi semua orang tanpa mengenal ras dan status sosial,” ujar Bonnie.