REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr M. Najib Azca, Wasekjen PBNU dan dosen Fisipol UGM
Mula mengenalnya sebagai jurnalis majalah Panji Masyarakat pada awal 1980-an. Sebagai jurnalis produktif, namanya berkibar antara lain bersama Iqbal Abdurrauf Saimima. Belakangan mengenalnya secara pribadi ketika sudah menjadi guru besar dan pakar terkemuka dalam studi Islam dan sejarah sosial di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Kami acap bertemu dan berdiskusi di berbagai forum akademik terhormat. Salah satunya seperti tergambar di foto di atas yang menjadi ilustrasi tulisan ini.
Waktu itu UGM menyelenggarakan seminar internasional bertajuk "Islam Indonesia di Pentas Global: Inspirasi Damai Nusantara untuk Dunia". Meski berjalan sambil tertatih karena sakit di kaki, beliau tetap hadir sebagai pembahas bersama dengan Prof Mark Woodward. Penulis tampil menyampaikan hasil riset tentang peran Muhammadiyah dan NU dalam perdamaian dan demokrasi. Kajian inilah yang kemudian menjadi basis nominasi oleh UGM bagi Muhammadiyah dan NU untuk diusulkan agar mendapatkan Nobel Perdamaian. Bertindak sebagai moderator kala itu Mbak Prof Wening Udasmoro, waktu itu Dekan FIB, kini Wakil Rektor UGM.
Hadir juga dalam acara itu Buya Prof Syafii Maarif (Allah yarham) dan Gus Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum PB NU) yang bertindak sebagai pembicara kunci bersama HE. Ramos Horta, mantan Presiden Timor Leste yang juga penerima hadiah Nobel Perdamaian. Wamenlu M. Fachir juga hadir mewakili Kemenlu.
Prof Azra hadir dengan antusias karena mendukung agenda nominasi Nobel Perdamaian tersebut. Beliau tak kenal lelah mengampanyekan dan mempromosikan narasi Islam damai yang tumbuh subur di bumi Nusantara di beraneka forum internasional.
Beliau menulis sekelumit ide di sampul belakang buku "Dua Menyemai Damai: Peran dan Kontribusi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Perdamaian dan Demokrasi" (UGM Press 2019) sebagai berikut:
Islam Indonesia adalah Islam wasathiyah, Islam jalan tengah yang inklusif, akomodatif, toleran, dan damai. Muhammadiyah dan NU adalah lokomotif Islam Indonesia wasathiyah; keduanya tidak hanya merupakan jam'iyah dakwah dan pendidikan, tapi Islamic-based civil society yang menjadi bridging and mediating force between state and society.
Dengan begitu Muhammadiyah dan NU berperan instrumental dalam pembangunan civic culture dan civility yang memungkinkan tumbuhnya budaya politik damai dan demokrasi. Negara-negara Muslim lain beserta umat Islam masing-masing patut belajar dari Islam Indonesia wasathiyah dengan Muhammadiyah dan NU sebagai tulang punggungnya untuk membangun religio-politik yang damai dan berkeadaban" (Profesor Azyumardi Azra, CBE, UIN Jakarta dan anggota AIPI).
Maka, bila hari ini beliau berpulang saat hendak menghadiri sebuah forum ilmiah di Malaysia. Indonesia dan dunia Islam jelas mengalami kehilangan besar. Duka terdalam dan terbaik untuk beliau.
Selamat jalan menuju kedamaian abadi, Prof Azyumardi Azra... Alfatihah