REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2020, sekitar 19 juta kasus baru dan sekitar 10 juta kematian akibat kanker tercatat di seluruh dunia. Perawatan memang membuat tubuh membaik seiring waktu, tetapi dapat merusak sel-sel sehat lainnya atau memiliki efek samping parah yang berat bagi pasien. Dalam pencarian obat kanker terbaru yang lebih tepat sasaran, pengobatan tradisional menawarkan banyak kemungkinan kandidat.
“Para ilmuwan di seluruh dunia masih mencari obat yang akan mematikan sel kanker tetapi pada saat yang sama aman untuk sel sehat,” kata ilmuwan Magdalena Winkiel dilansir dari Phys, Kamis (15/12/2022).
Ia merupakan pemimpin tim ilmuwan Adam Mickiewicz University Polandia. Pada hari ini, mereka menerbitkan di Frontiers in Pharmacology, bahwa senyawa bioaktif yang disebut glikoalkaloid, yang ditemukan dalam sayuran seperti kentang dan tomat, menunjukkan potensinya dalam mengobati kanker.
“Ini tidak mudah meskipun kemajuan dalam pengobatan dan pengembangan teknik pengobatan modern sudah semakin kuat. Itulah mengapa mungkin ada baiknya kembali ke tanaman obat yang digunakan bertahun-tahun yang lalu dengan keberhasilan dalam pengobatan berbagai penyakit. Saya yakin itu sangat berharga memeriksa kembali mereka dan menemukan kembali potensi mereka,” papar Winkiel.
Winkiel dan rekan-rekannya berfokus pada lima glikoalkaloid (solanin, chaconine, solasonine, solamargine, dan tomatine) yang ditemukan dalam ekstrak mentah tanaman famili Solanaceae, juga dikenal sebagai nightshades. Spesies ini mengandung banyak tanaman pangan populer, dan seringkali juga beracun akibat dari alkaloid yang mereka hasilkan sebagai pertahanan terhadap hewan pemakan tumbuhan.
Tetapi dosis yang tepat dapat mengubah racun itu menjadi obat, setelah para ilmuwan menemukan dosis terapeutik yang aman untuk alkaloid, alkaloid dapat menjadi alat klinis yang ampuh. Glikoalkaloid khususnya menghambat pertumbuhan sel kanker dan dapat meningkatkan kematian sel kanker.
Hal itu merupakan area target utama untuk mengendalikan kanker dan meningkatkan prognosis pasien, sehingga memiliki potensi besar untuk perawatan di masa depan. Dalam studi silico langkah pertama yang penting menyatakan bahwa glikoalkaloid tidak beracun dan tidak berisiko merusak DNA atau menyebabkan tumor di kemudian hari, walaupun mungkin ada beberapa efek pada sistem reproduksi.
“Bahkan jika kita tidak dapat menggantikan obat anti kanker yang digunakan saat ini, mungkin terapi kombinasi akan meningkatkan efektivitas pengobatan ini. Ada banyak pertanyaan, tapi tanpa pengetahuan mendetail tentang sifat glikoalkaloid, kami tidak akan bisa mengetahuinya,” katanya.
Satu langkah maju yang diperlukan adalah menggunakan penelitian hewan in vitro dan model untuk menentukan glikoalkaloid yang aman dan cukup menjanjikan untuk diuji pada manusia. Winkiel dan rekan-rekannya menyoroti glikoalkaloid yang berasal dari kentang, seperti solanin dan chaconine, walaupun tingkat kandungan ini dalam kentang bergantung pada kultivar kentang dan kondisi cahaya serta suhu tempat kentang terpapar.
Solanin menghentikan beberapa bahan kimia karsinogenik yang berpotensi berubah menjadi karsinogen dalam tubuh dan menghambat metastasis. Studi pada jenis sel leukemia tertentu juga menunjukkan bahwa pada dosis terapeutik, solanin membunuhnya. Chaconine memiliki sifat anti-inflamasi, dengan potensi untuk mengobati sepsis.
Sementara itu, solamargine yang banyak ditemukan dalam terong, dapat menghentikan reproduksi sel kanker hati. Solamargine adalah salah satu dari beberapa glikoalkaloid yang sangat penting sebagai pengobatan komplementer, karena menargetkan sel induk kanker yang dianggap berperan penting dalam resistensi obat kanker.
Solasonine, yang ditemukan di beberapa tanaman dari keluarga nightshade, juga diduga menyerang sel punca kanker dengan menargetkan jalur yang sama. Bahkan tomat menawarkan potensi untuk obat masa depan, dengan tomat mendukung pengaturan siklus sel tubuh sehingga dapat membunuh sel kanker.
Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan bagaimana potensi in vitro ini dapat diubah menjadi obat praktis. Ada beberapa alasan untuk percaya bahwa pemrosesan suhu tinggi meningkatkan sifat glikoalkaloid, dan nanopartikel baru-baru ini ditemukan untuk meningkatkan transmisi glikoalkaloid ke sel kanker, meningkatkan penghantaran obat.