Jumat 20 Jan 2023 13:55 WIB

Camilan Berukuran Kecil, Kalorinya Juga Kecil? Ini Kata Ahli Gizi

Banyak orang masih berpikiran snack berukuran kecil mengandung sedikit kalori.

Banyak orang masih berpikiran snack berukuran kecil mengandung sedikit kalori.
Foto: www.pixabay.com
Banyak orang masih berpikiran snack berukuran kecil mengandung sedikit kalori.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter Spesialis Gizi Klinik Konsultan Nutrisi pada Kelainan Metabolisme Gizi dr Ida Gunawan, MS, SpGK (K), FINEM, mengatakan, orang-orang kerap mengabaikan komposisi kalori dalam pemenuhan gizi harian. Bahkan, kalori diabaikan khususnya saat menyantap camilan.

Dia yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik DKI Jakarta melalui pesan elektroniknya beberapa waktu lalu berpendapat, seringkali orang-orang menganggap camilan dalam bentuk kecil mengandung kalori yang juga kecil. Begitu juga dengan minuman ringan, yang dipandang memiliki kalori sedikit.

Baca Juga

"Tetapi, faktanya sering sekali snack-snack yang di pasaran sana, yang mungil, rasanya enak, manis, kandungan kalorinya sering sekali cukup besar," kata dia, dikutip Jumat (20/1/2023).

Selain jumlah kalori, komposisi atau jenis makanan juga menjadi hal yang kerap diabaikan orang-orang. Menurut dia, sebagian masyarakat berpandangan pemenuhan karbohidrat hanya dari nasi, sehingga seringkali menyantap karbohidrat dalam jumlah berlebihan.

Orang-orang di Indonesia, sambung Ida yang berpraktik di RS Pondok Indah - Puri Indah itu, juga sering berpikir belum mengonsumsi karbohidrat bila belum menyantap nasi. Sumber karbohidrat sebenarnya tidak selalu nasi melainkan bisa juga kentang, ubi, jagung, talas, sereal dan roti.

"Padahal, saat itu dia sedang makan french fries misalnya. Kemudian camilannya singkong goreng, snack nya kentang dan sebagainya. Padahal semua itu komposisi karbohidrat," tutur Ida.

Demikian juga dengan protein. Menurut Ida, orang-orang selalu berpikir protein identik dengan telur atau daging. Padahal protein selain dari sumber hewani, juga ada di nabati seperti tahu, tempe maupun kacang-kacangan.

"Kalau kita sudah mengonsumsi dari daging artinya kita sudah mendapatkan sumber protein hewani. Maka kita juga harus mendapatkan sumber protein nabati," kata dia.

Sumber nabati tak semata tahu dan tempe, tetapi juga termasuk kacang-kacangan lain dan ini banyak dalam makanan orang Indonesia semisal gado-gado. Saat seseorang menyantap gado-gado, artinya dia sudah mendapatkan protein nabati dari bumbu kacangnya.

Lebih lanjut yakni terkait lemak, yang sering dianggap identik dengan makanan yang digoreng. Ida mengatakan lemak juga banyak dalam makanan-makanan lainnya yang dikenal sebagai lemak tersembunyi. Contohnya, cookies, mentega atau butter di dalamnya merupakan unsur lemak.

"Atau pada daging-daging terutama daging merah atau kulitnya, kulit ayam dan sebagainya, di situ juga ada kandungan lemaknya," kata Ida.

Dia juga mengingatkan vitamin dan mineral yang seringkali hilang atau berkurang jumlahnya karena pengolahan makanan yang orang-orang lakukan. Buah tertentu misalnya, kaya kandungan vitamin C dalam kondisi utuh.

Tetapi begitu, buah diubah ke dalam bentuk jus, sehingga hanya diambil cairannya atau hanya memikirkan jumlah serat dengan pengolahan yang begitu halus, maka kandungan vitamin dan serat kadang-kadang sudah berkurang jumlahnya.

"Seringkali kita berpikir 'oh yang penting saya sudah cukup makan sayur dan buah, artinya kebutuhan vitamin dan mineral tercukupi'. Padahal, kita sering lupa vitamin dan mineral itu seringkali hilang atau berkurang jumlahnya karena pengolahan yang kita lakukan," kata Ida.

Vitamin merupakan zat organik dalam jumlah kecil dalam bahan makanan alami dan termasuk nutrisi penting untuk tubuh. Ada 13 vitamin esensial yakni vitamin A, C, D, E, K, dan vitamin B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, B6, B12, dan folat) dengan tugas yang berbeda untuk membantu menjaga tubuh bekerja dengan baik.

Berikutnya, mengenai jadwal makan. Sebagian orang menganggap makan dua kali sehari cukup misalnya pukul 10.00 lalu saat pulang kerja. Menurut Ida, ini tidak cukup baik untuk kesehatan. Dia menyarankan orang-orang membagi waktu makannya dan makan secara teratur kira-kira setiap tiga jam sekali yang dimulai dari sarapan, tiga jam kemudian diselingi camilan, lalu makan siang, camilan kemudian makan malam.

Ini bertujuan agar tidak terjadi lonjakan kalori yang demikian besar. Saat seseorang mengonsumsi kalori dalam jumlah besar dengan komposisi karbohidrat yang demikian besar, otomatis tubuh juga akan meregulasi dengan enzim-enzim yang harus dikeluarkan sekaligus dalam jumlah yang cukup besar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement