REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi mengusulkan, agar ke depan jamaah haji Indonesia khusus gelombang kedua sebaiknya mendarat langsung di Jeddah, bukan Kota Madinah.
Karena, kalau mendarat di Madinah, perjalanan yang harus ditempuh ke Makkah lima hingga tujuh jam. Apalagi setelah menunaikan Haji, mereka akan kembali lagi ke Madinah untuk melaksanakan Arbain, jadi bolak-balik.
"Ini yang jadi evaluasi catatan yang penting kami pada hari ini, jadi ke depan mungkin untuk gelombang kedua semuanya harus tiba di bandara Jeddah. Sehingga tidak terlalu melelahahkan jamaah Haji. Untuk itu, mungkin perlu ada pembicaraan khusus antara pemerintah Indonesia dengan kerajaan Arab Saudi, sehingga jamaah-jamaah kloter kedua ini tidak perlu tiba di Bandara Madinah, tapi melalui bandara jeddah,"ujar Ashabul Kahfi saat memimpin Timwas Haji DPR memantau kedatangan jamaah Haji Indonesia di Bandara Madinah, Arab Saudi, Rabu (21/6).
Politisi F-PAN ini mengatakan, hasil dari pantauan kami, dari total 14 kloter jamaah haji sudah tiba sebanyak 12 kloter, jadi tinggal tersisa dua kloter lagi.
"Alhamdulillah, proses semua perjalanannya lancar, jamaah haji tidak perlu menunggu terlalu lama di bandara, tidak lama turun pesawat sudah langsung naik ke mobil. Hanya memang yang menjadi catatan kami ke depan bahwa wajah jamaah Haji kita ini cukup didominasi oleh wajah-wajah lansia. Untuk itu, ini perlu menjadi catatan kami termasuk Kementerian Agama untuk mempersiapkan sedemikian rupa, sehingga penanganan jamaah lansia ini bisa tertangani dengan baik. Karena saya lihat tadi ada beberapa orang yang sampai harus digotong karena terjatuh. Nah, ini kan semua butuh perhatian. Mungkin salah satu faktornya ialah karena kebijakan Kementerian Agama tahun ini tidak ada lagi istilah pendamping jamaah," pungkas Ashabul.
Selain itu, Legislator Dapil Sulsel I ini mengimbau kepada para jamaah Haji, untuk membangun semangat kepedulian sesama karena sudah tidak adalagi pendamping. Jangan sampai saling cuek kepada jamaah yang sakit dan butuh perhatian.
“Karena tentu keterbatasan petugas ini kita dapat pahami, dengan hanya 5 orang menangani satu kloternya sekitar 280-350 orang itu tidak mungkin. Ditambah lagi dengan wajah jemaah kita yang rata-rata lansia dan sangat perlu butuh perhatian,” tutur Ashabul.