Sabtu 14 Oct 2023 06:49 WIB

Teringat Universitas Lidah Buaya dan Si Jenius Motinggo Busye: Pilih Indehoi atau Amuk?

Bahasa Indonesia itu penuh serapan asing, dari Arab, Belanda, Portugis, India.

Red: Muhammad Subarkah
Menangkap buaya di pedalam rimba Kalimantan di masa lalu.
Foto: gahetna.nl
Menangkap buaya di pedalam rimba Kalimantan di masa lalu.

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Bagaikan makhluk hidup, bahasa Indonesia terus tumbuh dan membesar. Berbagai kata asing diserapnya. Tapi, kini bahasa asing juga sudah mulai menyumbang khazanah bahasa dunia. Tak percaya?

Baca Juga

Beberapa tahun silam, pada sebuah sore sekelompok seniman kondang kongko di bawah kerindang pepohonan Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. Perbincangan berlangsung hangat ditemani makanan ringan serta minuman jahe bikinan koki sebuah warung yang mereka namai 'warung lidah buaya'. Seorang pelayan asal Brebes yang juga diberi nama baru sebagai Alek sibuk bolak-balik melayani. Di situ duduk nama-nama seniman legendaris, seperti alharhum Motinggo Busye, Sutarji Calzoum Bahri, Ikranegara, almarhum Amang Rahman, dan lainnya.

Seperti biasa, Busye menguasi pembicaraan. Selain idenya segar dan selalu mengundang gelak tawa, gaya bercerita mendiang seniman multitalenta itu sangat runtut dan menarik. Apa yang dikatakannya persis cerita yang ada di novelnya yang terhimpun di banyak sekali media. Sembari menyimak cerita Busye, Ikra pun menceritakan kekagumannya karena pernah melihat berbagai buku karya dia mendominasi rak buku di sebuah toko bacaan di Singapura.