REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi menemukan bahwa kematian dapat terjadi pada suhu yang lebih rendah daripada yang diindikasikan oleh ukuran ilmiah 'heat survivability'. Studi dari para peneliti Arizona State University diterbitkan di jurnal Nature Communications.
Para peneliti menilai bahwa metodologi utama untuk mengukur panas yang mematikan, disebut suhu global bola basah, tidak memadai. Karenanya menghasilkan estimasi kematian yang rendah secara artifisial dari peristiwa panas ekstrem.
Temuan ini, yang didasarkan pada pemodelan iklim, sangat relevan mengingat meningkatnya frekuensi dan intensitas gelombang panas di seluruh dunia, termasuk salah satunya pada musim panas lalu yang menewaskan sedikitnya 579 orang di wilayah Phoenix, menurut Departemen Kesehatan Masyarakat Maricopa County.
Gelombang panas yang sama juga dikaitkan dengan lebih dari 150 kematian di Texas, menurut perkiraan badan kesehatan masyarakat, menjadikannya salah satu bencana terburuk dalam sejarah negara bagian AS tersebut.