REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan, perubahan perilaku masyarakat menjadi kunci untuk memastikan terjadi pengurangan sampah berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
Dalam diskusi daring diikuti dari Jakarta, Jumat (22/3/2024), Direktur Penanganan Sampah KLHK Novrizal menyebut, terus dilakukan sosialisasi gerakan minim sampah. Yaitu mengurangi penggunaan produk sekali pakai, belanja tanpa kemasan atau membawa kantung sendiri, memilah sampah di rumah, menghabiskan makanan dan kegiatan kompos di rumah.
"Kunci utamanya adalah mari kita dorong perubahan perilaku masyarakat. Kita kampanyekan terus menerus habiskan makanan, makan tanpa sisa," kata Novrizal.
Dengan melakukan gerakan minim sampah secara konsisten, katanya, maka 90-95 persen sampah dapat diselesaikan di tingkat rumah tangga. Dengan sisa sampah yang tidak bisa diolah dapat diserahkan kepada pemerintah daerah untuk ditangani atau berakhir di TPA.
Secara khusus dia menyoroti pentingnya pengurangan sampah sisa makanan. Dengan data KLHK memperlihatkan sampah sisa makanan mendominasi jenis sampah pada 2023 yaitu 41,76 persen dari total timbulan sampah 19,4 juta ton pada tahun lalu.
Padahal, penumpukan sampah organik berupa sisa makanan di TPA berkontribusi terhadap perubahan iklim karena menghasilkan metana yang termasuk dalam gas rumah kaca. Tidak hanya itu, gas metana juga mudah terbakar di musim kemarau, menjadi salah satu penyebab terjadinya kebakaran di TPA.
"Ini bukan persoalan sepele. Karena makanan tersisa yang menjadi food waste kemudian kita bawa ke TPA, kita bawa ke landfill itu akan terdekomposisi dan akan mengemisikan gas rumah kaca," ujarnya.
Novrizal menjelaskan satu ton gas metana sama dengan 28 ton karbon dioksida. "Food waste ini persoalan serius," kata Novrizal.