Ahad 23 Jun 2024 07:35 WIB

Greenpeace Desak FMCG Tanggung Jawab Sampah Plastiknya

Produsen dinilai sebagai pemilik kemasan maka harus bertanggung jawab.

Rep: Lintar Satria/ Red: Indira Rezkisari
Aktivis Greenpeace memegang spanduk dan membawa logo U raksasa yang ditempel dengan sampah plastik saat menggelar aksi di depan Grha Unilever, Tangerang, Banten, Kamis (20/6/2024). Aksi ini bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban Unilever sebagai produsen, untuk mengambil dan mengolah kembali sampah plastik yang telah mereka hasilkan.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Aktivis Greenpeace memegang spanduk dan membawa logo U raksasa yang ditempel dengan sampah plastik saat menggelar aksi di depan Grha Unilever, Tangerang, Banten, Kamis (20/6/2024). Aksi ini bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban Unilever sebagai produsen, untuk mengambil dan mengolah kembali sampah plastik yang telah mereka hasilkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plastics Project Lead Greenpeace Indonesia Ibar Akbar mengatakan produsen produk kemasan sekali pakai atau FMCG (Fast-moving Consumer Goods) wajib bertanggung jawab atas sampah yang diproduksi.

Pada Kamis (20/6/2024) Greenpeace Indonesia melaporkan mereka setelah mengumpulkan sampah plastik produk Unilever selama satu minggu penuh, mereka mengembalikannya ke perusahaan tersebut.

Baca Juga

"Karena produsen selaku pemilik kemasan harus bertanggung jawab atas sampahnya, seperti pada Undang-undang persampahan," kata Ibar lewat aplikasi kirim-pesan, Jumat (21/6/2024).

Ia menjelaskan kewajiban ini juga tertera pada Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya pasal 15 dan 16. Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai proses alam.

"Tentu sekarang ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen maka produsen FMCG khususnya wajib bertanggung jawab atas sampah yang diproduksi," tegasnya.

Ibar menjelaskan setiap pihak memiliki porsi tanggung jawab sendiri, tapi porsi paling besar memang ada di pemerintah dan perusahaan. Ia mengatakan perusahaan perlu melakukan pengurangan produksi dan beralih ke sistem distribusi produk dengan sistem guna ulang.

Hal ini, katanya, juga harus dibarengi aturan pengelolaan sampah yangg lebih baik dari pemerintah berdasarkan hierarki pengelolaan sampah dimana pengurangan menjadi prioritas utama. Ibar mengatakan saat ini yangg perlu diubah adalah sistem distribusinya. Menurutnya perusaahaan harus beralih dari menggunakan kemasan sekali pakai ke kemasan guna ulang.

Ibar mengatakan kemasan yang dapat digunakan kembali dan diisi kembali seharusnya menjadi prioritas solusi. Tapi dukungan aturan dari pemerintah untuk mendukung sistem guna ulang ini juga diperlukan.

Ibar menambahkan saat ini sudah 18 dari 42 produsen yang memiliki peta jalan pengurangan sampah plastik yang mengimplementasikan peta jalannya. Unilever salah satunya, kata Ibar, tapi publik tidak tahu isi dari peta jalan itu apa saja dan cara-cara yang dipakai.

"Progresnya juga belum kita ketahui, maka dari itu transparansi peta jalan ini penting, untuk melihat apakah ada komitmen untuk pengurangan produksi plastik atau tidak," katanya.

Ia menegaskan aksi terhadap produsen lain tetap berjalan. Ibar mengatakan jaringan Greenpeace melalui BreakFreeFromPlastic merilis laporan brand audit yang menyebutkan selain Unilever produsen seperti Wings, Mayora Indah dan Santos Jaya Abadi sebagai pencemar teratas sampah plastik.

"Terakhir data brand audit saset juga menyebutkan produsen-produsen tersebut kembali menjadi pencemar teratas saset yang mereka produksi," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement