REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — UNESCO bekerja sama dengan Kedutaan Besar Inggris Jakarta memperingati perayaan Hari Kebebasan Pers Sedunia (WPFD). Tema WPFD tahun ini, “Pers untuk Planet: Jurnalisme dalam Menghadapi Krisis Lingkungan” menggarisbawahi peran penting jurnalisme dalam mengatasi tantangan lingkungan global.
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang terletak di Lingkaran Api dengan ekosistem yang sangat beragam, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kerentanan ini menekankan pentingnya media independen yang dapat menyediakan informasi penting selama krisis dan mendukung adaptasi perubahan iklim yang efektif.
Jurnalis memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, mendorong pengambilan keputusan berdasarkan data dan informasi, dan menjaga akuntabilitas pihak-pihak yang berkuasa. “Jurnalisme memainkan peran penting dalam aksi iklim dengan membina masyarakat yang berpengetahuan luas. Untuk memastikan demokrasi yang berfungsi dengan baik, penting untuk memiliki lanskap media yang bebas, independen, profesional, dan beragam. Media tidak hanya membantu dalam mengawasi pertanggungjawaban para pengambil keputusan, tetapi juga dalam memahami dunia kita dan peran individu di dalamnya,” kata Direktur Kantor Regional UNESCO di Jakarta Maki Katsuno-Hayashikawa, dalam kegiatan yang digelar di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Matthew Downing, mengatakan pada Hari Kebebasan Pers Sedunia tahun ini, penting untuk menyoroti media yang bebas dan independen sebagai komponen penting dari aksi masyarakat. "Kami percaya bahwa masyarakat harus bisa mendiskusikan dan memperdebatkan isu-isu secara bebas, khususnya dalam menyikapi peran penting jurnalisme dalam aksi perubahan iklim, termasuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mencermati solusi-solusi potensial," kata Downing.
Ia mengatakan Inggris berkomitmen untuk menyoroti pelanggaran kebebasan media di seluruh dunia pada semua tingkatan. Downing menegaskan Inggris mendorong pihak-pihak yang menyalahgunakan atau membatasi kebebasan media harus dimintai pertanggung jawaban.
"Keadilan iklim dan demokrasi tidak mungkin tercapai tanpa jaminan kebebasan pers dan keberadaan media yang independen, profesional, dan beragam," katanya.
"Seiring kita merayakan ulang tahun ke-75 hubungan diplomatik Inggris dan Indonesia tahun ini, kami berharap dapat melanjutkan kerja sama dalam isu-isu seperti kebebasan media seraya kita memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia di seluruh dunia,” ujarnya.
Pendiri Indonesian Journalist for Climate (IJ4C) Dewi Safitri mengatakan saat ini tidak ada krisis yang lebih besar yang dihadapi umat manusia daripada perubahan iklim. Ia mengatakan saat ini setiap cerita adalah cerita iklim, tidak ada lagi pelaporan iklim yang terpisah karena semua berita berkaitan dengan iklim.
"Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mendorong isu ini ke depan di Indonesia," katanya.
Mendukung pelaporan iklim yang bebas, independen,dan profesional merupakan prioritas bersama bagi UNESCO dan Inggris. Kedua entitas ini juga bekerja sama dalam kerangka Dana Pertahanan Media Global atau Global Media Defense Fund.
Inggris salah satu donor pertama dana tersebut yang dikelola oleh UNESCO. Sejak didirikan pada 2019, dana ini telah memberikan dukungan kepada lebih dari 8.000 pengacara, jurnalis, dan LSM. Kolaborasi ini merupakan bagian dari tradisi lama UNESCO, sebagai badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas mempromosikan kebebasan berekspresi dan akses terhadap informasi, UNESCO memiliki rekam jejak selama lebih dari dua dekade dalam mendukung jurnalisme kepentingan publik.
Hari Kebebasan Pers Sedunia diproklamirkan Majelis Umum PBB pada tahun 1993 menyusul rekomendasi yang diadopsi pada sesi ke-26 Konferensi Umum UNESCO. Tanggal ini merayakan prinsip-prinsip dasar kebebasan pers dan memberikan penghormatan kepada jurnalis yang kehilangan nyawa dalam menjalankan profesinya.