Rabu 12 May 2010 00:54 WIB

UU Pengadilan Anak Mesti Dikaji Ulang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan Hakim Agung, Bismar Siregar meminta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dikaji ulang karena anak-anak dengan batas usia delapan tahun tidak boleh dipidanakan.

"Kami memohon kepada MK (Mahkamah Konstitusi) agar UU yang dimohonkan, untuk diteliti kembali," kata Bismar ketika menjadi saksi ahli dalam sidang uji materi UU Pengadilan Anak di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa (11/5).

Menurutnya, anak-anak tidak bisa dianggap bertanggungjawab terhadap tindakan pidana yang mereka lakukan karena itu menjadi tanggung jawab orang tuanya.

Untuk itu, hukuman terhadap anak-anak tersebut seharusnya bermodalkan rasa kasih sayang dan tidak menggunakan UU Pengadilan Anak yang memberikan stigmatisasi "anak nakal" kepada anak yang dianggap melakukan tindak pidana.

Selain itu, ia menyorot bahwa terdapat banyak anak-anak yang melakukan tindak pidana kejahatan karena dilatarbelakangi oleh kondisi kemiskinan.

Sementara itu, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Aisyah Amini mengatakan, syariat menyebutkan anak-anak tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang mereka lakukan sebelum "akil baligh" (dewasa).

"Hukumannya bisa berbentuk pendidikan tertentu tetapi hukuman tersebut pada hakikatnya bukan merupakan hukuman pidana," katanya.

Mantan komisioner Komnas HAM itu juga mengatakan, bila anak-anak dijatuhi hukuman pidana maka berpotensi kehilangan berbagai hak-haknya yang dijamin UUD 1945.

Uji materi UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak diajukan oleh para pemohon yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan Pusat Kajian dan Pengadilan Anak Medan.

Menurut para pemohon, Pasal 1 UU Pengadilan Anak berpotensi menjadi dasar kriminalisasi anak yaitu mengacaukan antara tindak pidana dengan kenakalan anak.

Selain itu, UU Pengadilan Anak juga dinilai melanggar hak konstitusionalitas yakni asas legalitas dan bisa mengakibatkan pemidanaan anak-anak yang dianggap melanggar adat-istiadat setempat.

Pemohon juga mengemukakan bahwa batas umur anak sekurang-kurangnya delapan tahun yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah terlalu rendah dan tidak memenuhi rasa keadilan serta melanggar hak konstitusional anak.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement