REPUBLIKA.CO.ID, Obama telah memilih sejumlah pakar Muslim dalam transaksi Islami sebagai asisten Gedung Putih. Pemerintahan Obama mengumumkan penunjukkan 13 asisten baru Gedung putih, dan salah satu dalam daftar adalah seorang pengacara Muslim spesialis transaksi berbasis Syariah.
"Tahun ini, asisten Gedung Putih di berasal dari pemimpin muda terbaik dan paling cemerlang di negara kita," ujar Michele Obama pada pengumuman 22 Juni lalu. "Saya menyambut bahagia atas komitmen sungguh-sungguh mereka kepada layanan publik dan dedikasi mereka melayani komunitas."
Para asisten Gedung Putih akan menghabiskan satu tahun kerja penuh waktu sebagai pembantu staf senior Gedung Putih, wakil presiden, sekretaris kabinet dan pejabat senior di pemerintahan.
Samar Ali dari Waverly, Tennesse adalah nama pertama yang berada di daftar asisten White House. Ia adalah seorang pengacara yang bekerja di firma hukum Hogan Lovells, sebuah firma yang mengklaim telah memberikan konsultasi kepada lebih dari 200 transaksi keuangan Islami dengan total nilai melebihi 40 milyar dolar.
Menurut biografi Ali yang tampil di situs online Gedung Putih, "Ia akan bertanggung jawab memberikan konseling kepada klien terkait merger dan akuisisi, transaksi di wilayah perbatasan, transaksi berbasis Syariah, proyek keuangan dan persoalan seputar bisnis internasional. Saat ia masih bersama Hogan Lovells, ia jugam menjadi salah satu anggota pendiri kantor cabang di Abu Dhabu.
Hogan Lovells mencatat pengalaman Ali dalam memberi konsultasi kepada sebuah universitas di Timur Tengah dalam pendirian program Pinjaman Siswa Berbasis Syariah dan Bantuan Asing Konvensional. Ia juga pernah terlibat dalam konsultasi dengan satu klien di Timur Tengah dalam kaitan persoalan subkontrak pemerintah AS.
Teroris bukanlah Muslim
Ali menerima gelar sarjana hukum dari Vanderbilt Law School dan menjadi presiden lembaga mahasiswa tertinggi di Vanderbilt dari keturunan Arab-Muslim kali pertama. Ia juga sempat magang di Islamic International Arab Bank di Amman, Jordan.
Menurut keterangan Vanderbilt, ibu Ali berimigrasi ke AS dari Syiria dan ayahnya adalah seorang Palestina. Ia meninggalkan Tepi Barat, Ramallah, pada usia 17 tahun.
Pemerintah Amerika menulis bahwa Ali menuturkan ajaran orangtuanya kepadanya untuk "tak pernah melupakan asal dari mana kamu datang dan tidak melupakan di mana kita sekarang." Ali berkata, "Saya akan selalu menjadi seorang Arab, saya akan selalu menjadi seorang Amerika dan Saya akan selalu menjadi seorang Muslim."
Ali juga punya pendapat sendiri tentang serangan teroris 11 September di WTC. Di depan pendengar saat hari layaan peringatan kampus ia berbicara, "Dalam opini saya, Al Qaidah mencoba menghancurkan reputasi Islam dan kami tidak akan membiarkan mereka memenangkan pertarungan ini. Jikaseseorang memiliki agenda politis, mereka perlu menyebut jelas dan tidak melapisi dengan kedok agama atau menggunakan agama untuk mencapai tujuan politiknya. Itu sama sekali tak bisa diterima,"
"Karena itulah, saya cemas akan banyak anggota masyarakat tidak akan menyadari bahwa hanya karena saya dan beberapa orang adalah Muslim dan Arab, bukan berarti kami menjadi bagian atau bahkan setuju dengan teroris yang menyebabkan tragedi 11 September," ujarnya.
"Kami bahkan tak menganggap teroris itu Muslim. Saya cemas orang-orang akan dibingungkan antara Islam dan Usamah Bin Ladin dengan agendanya, bahwa mereka dibalikkan antara agenda Usamah dengan agenda seluruh pemeluk Islam," imbuh dia.
Reaksi Kontra
Sistem perbankan syariah menjadi kian populer, juga di AS. Keuangan berbasis hukum Islam itu telah mencapai transaksi senila 800 milyar dolar pada pertengahan 2007 dan tumbuh hingga lebih dari 15 persen per tahun.
Wall Street, kini bahkan memasukan dana mutual Islami dan indeks saham bisnis syariah di papan lantai bursanya. Namun kritik dan serangan tetap saja mewarnai hal berbau Islam di Barat, termasuk keuangan syariah. Sejumlah pengamat mengklaim teroris anti-Amerika sering mendapat dukungan dana dari investasi di AS--terutama yang dihasilkan dari sistem yang dibangun oleh 'musuh'.
Dalam sebuah essay yang muncul pada Juli 2008, berjudul "Financial Jihad: What Americans Need to Know,"
Wakil Presiden Pusat Kebijakan Keamanan, Christopher Holton menulis, "Amerika kalah dalam perang teror keuangan karena Wall Street menerima ideologi subversive musuh dan di satu sisi sama dengan memberi dukungan hidup korporat yang menjadi sponsor terorisme."
Tulisan Holton tersebut mengacu pada Keuangan berbasis Syariah. Ia pun menyebut keuangan Islami sebagai "kuda Trojan moderen" yang menyusup ke AS.
Holton menekankan bahwa sistem keuangan itu berpotensi mengancam AS karena mereka mencari celah melegitimasi Syariah--doktrin yang ia sebut diciptakan seorang pria di abad pertengahan--untuk mengatur setiap aspek kehidupan Muslim. Kondisi itu secara mutlak, ia anggap akan mengubah kehidupan dan hukum di Amerika.
Sejumlah advokat juga menentang keuangan syariah dan mengklaim sistem itu bertanggung jawab terhadap perubahan sosial. Mereka menuding karena keuangan syariah melarang investor untuk mendanai perusahaan yang menjual atau mempromosikan produk-produk seperti alkohol, tembakau, pornografi, judi dan bahkan babi.