REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Amerika Serikat (AS) menganggap langkah Indonesia menggugat Undang-Undang Kontrol Tembakau (Tobacco Control Act) AS ke World Trade Organization (WTO) sebagai langkah prematur.
Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, mengatakan, AS menyampaikan kekecewaan atas langkah Indonesia mengajukan keberatan ke sidang panel ke WTO atas aturan distribusi rokok kretek. "Amerika kecewa dengan langkah kita, dan mereka mengatakan itu (ajuan panel ke WTO) prematur," katanya kepada wartawan, Jumat (25/6).
Kekecewaan tersebut, kata Gusmardi, disampaikan AS kepada Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO dalam sidang pertama, 22 Juni lalu. "Amerika lalu meminta Indonesia untuk memikirkan kembali langkah yang diambil tersebut," ujarnya.
Namun, kata Gusmardi, menolak dan menyatakan kekecewaan merupakan hak negara yang digugat dalam sidang DSB WTO. Indonesia, tidak perlu merasa khawatir terhadap sikap AS. "Kita tetap meminta untuk dibentuknya panel. Karena persoalannya adalah prinsip dan karena ini adalah masalah diskriminasi. Kalau hal ini didiamkan dan terus berjalan akan menjadi trendsetting," ucapnya.
Sebelumnya, AS memberlakukan Tobacco Control Act yang melarang penjualan rokok keretek di Amerika Serikat. Pelarangan penjualan itu karena rokok kretek atau aromatik berbahaya. Pelarangan ini berbau diskriminasi mengingat, rokok beraroma menthol boleh beredar di Amerika Serikat. Klarifikasi yang diminta Indonesia adalah mengenai alasan pelarangan peredaran karena rokok kretek lebih berbahaya. Dengan adanya kebijakan itu, potensi kerugian Indonesia diperkirakan akan mencapai 200 juta dolar.
Maka, pemerintah Indonesia telah resmi mengajukan permintaan pembentukan panel yang disampaikan pada sidang Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO pada 22 Juni di Jenewa. Langkah ini dilakukan sebagai tindak lanjut upaya peyelesaian sengketa dagang WTO setelah konsultasi formal terkait aturan distribusi rokok keretek di Amerika.
Sidang panel berikutnya, kata Gusmardi, akan digelar sebulan setelah sidang pertama. Pada kesempatan berikutnya, pemerintah juga telah meminta dukungan pihak swasta. Dia menekankan, saat ini fokus pemerintah bukan pada data-data yang akan diajukan Indonesia nantinya. "Sekarang ini yang kita minta Amerika Serikat membuktikan kepada Indonesia (bahwa rokok keretek berbahaya dan rokok menthol tidak). Jadi, bukan Indonesia yang harus membuktikan," ujarnya.