REPUBLIKA.CO.ID,RAMALLAH--Mantan tawanan dan peneliti bidang tawanan Abdul Nasher Farawanah menyebutkan, jumlah tawanan Palestina di penjara Israel mencapai 6800 orang. 300 tawanan terdiri dari anak-anak, 34 tawanan wanita, 213 tawanan adiministratif, tujuh tawanan dari Gaza dan 11 tawanan lain.
Sementara itu, hampir 1500 tawanan menderita berbagai macam penyakit. Puluhan di antaranya mengalami penyakit komplikasi dan menahun, sangat butuh pengobatan segera. Semua tawanan itu, tersebar di sekitar 20 penjara dan rumah tahanan. Seperti, Nufhah, Raimon, Shathah, Jalbu, Ashkelon, Hadarem, Dauman, Hasyaron, Ber Seba, Over, Mageddu dan Nagev.
Merekapun mengalami berbagai macam siksaan. Hak-haknya teraniaya baik secara fisik maupun mentalnya. Maka tak heran bila kondisi kesehatan mereka terus menurun.
Farwanah menjelaskan, mayoritas tawanan dari Tepi Barat, sebanyak 83 % dan 10,6 % dari Gaza. Sisanya dari Palestina 48, ditambah puluhan warga negara asing dan Arab.
Dari semua tawanan itu, 800 di antaranya divonis hukuman seumur hidup. 590 tawanan divonis 20 tahun penjara, 472 tawanan divonis hukuman 15 tahun penjara. 710 tawanan divonis lebih dari 10 tahun dan sedikit di antara mereka kurang dari 15 tahun.
Adapun sebanyak 213 tawanan atau 3,1 % ditahan tanpa vonis atau hukuman administrasi dan tujuh di antaranya ditahan berdasarkan undang-undang pembunuhan illegal. Sebanyak 309 tawanan ditahan sejak sebelum perjanjian Oslo atau sebelum perjanjian 4 Mei 1994 yang suka disebut tahanan lawas.
Sementara itu, 117 tawanan telah mendekam dalam penjara lebih dari 20 tahun. Mereka dinamakan para tonggak tawanan atau para jenderal shabar. Selain itu, ada tawanan yang sudah mendekam dalam penjara lebih dari seperempat abad. Mereka adalah Nail Barghutsi, Fakhri Barghutsi dan Akram Mansur. Mereka adalah tawanan terlama, sebagainya malah sudah ditahan selama 30 tahun.
Dengan kondisi ini, Farwanah meminta semua lembaga, media ataupun yayasan kemanusiaan untuk memblow up masalah tawanan secara khusus. Di samping menyebarkan kondisi mereka secara tranfaran yang penuh dengan penderitaan untuk membangkitkan solidaritas dari masyarakat yang lebih luas lagi.
Dalam pada itu Farwanah menegaskan tentang sikapnya untuk terus berpegang teguh pada hak-hak tawanan dan keluarganya. Shalit tidak akan kembali ke keluarganya, tanpa pembebasan seluruh tawanan Palestina, khususnya para tawanan lawas atau yang divonis hukuman tinggi oleh pemerintah Zionis.