Selasa 20 Jul 2010 00:37 WIB

Presiden SBY: Kenaikan TDL Pilihan Pahit

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Endro Yuwanto
Presiden SBY
Presiden SBY

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, pilihan untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) atau mengurangi subsidi merupakan keputusan pahit yang diambil pemerintah. Namun, jika pilihan itu tidak diambil, maka dampak buruknya lebih besar.

"Yang penting karena sudah dipertimbangkan dengan saksama seraya melindungi konsumen ekonomi lemah, rakyat kita, kenaikannya pun tidak dengan persentase yang terlalu tinggi dan sudah kita hitung dampak dari kenaikan ongkos produksi," ujar Presiden SBY dalam Rapat Kabinet Terbatas di Kantor Presiden, Senin (19/7).

SBY mengatakan, biaya produksi dari perusahaan-perusahaan akibat kenaikan TDL itu harus dikontrol dan dipastikan tidak ada penyimpangan. Dalam kesempatan itu, SBY berjanji akan meninjau langsung perusahaan dan industri bersama menteri terkait.

Menurut SBY, perusahaan dan industri itu betul-betul memiliki tanggung jawab tinggi ikut menyelamatkan perekonomian dengan cara menjalankan kebijakan perusahaan yang bertanggung jawab. "Saya juga tak akan segan-segan memberikan peringatan bagi mereka yang sama sekali tidak punya hati dengan menaikkan ongkos produksi, baik barang dan jasanya yang melebihi kepatutan," tegasnya.

SBY mengatakan, subsidi yang menjadi komponen penting dalam APBN dan APBD harus benar-benar tepat sasaran. "Mengingat apabila subsidi itu melebihi kepatutan, jumlahnya besar, apalagi tidak tepat sasaran, itu bisa mengancam keamanan dari APBN dengan risiko-risiko tertentu. Kita harus melakukan pengurangan secara bertahap," katanya.

Selain secara bertahap, ujar SBY, pengurangan harus dilakukan secara sistematis, terutama bagi subsidi yang dinilai kurang tepat sasaran. "Sebagaimana yang terjadi sekarang ini, pilihan untuk menaikkan TDL atau mengurangi subsidi itu sesuatu yang tidak mudah," tandasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement