Selasa 20 Jul 2010 08:35 WIB

MK Tolak Uji Materi yang Diajukan Cabup Toli Toli

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Arif Supriyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Uji materi pasal pemicu kerusuhan di Toli Toli, Sulawesi Tengah ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK menganggap permohonan yang diajukan tidak memiliki dasar hukum.

"Kami menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD, ketika membacakan putusannya di ruang sidang pleno, gedung MK, Senin (19/07). Hal yang diujimaterikan adalah Pasal 63 ayat (2) Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Terutama pada frasa 'dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur'.

Menurut pemohon yang merupakan calon bupati Toli-Toli, pasal tersebut bersifat diskriminatif dan menghambat hak konstitusionalitas warga negara untuk ikut dalam pemilukada. Selain itu, hal tersebut dinilai dapat menimbulkan pemasungan hak politik pemohon yang telah mempersiapkan diri sesuai aspirasi masyarakat. Karena dengan meninggalnya calon wakil bupati yang mendampinginya, maka Aziz Bestari (pemohon) tidak bisa melanjutkan tahapan dalam pemilukada Toli Toli.

Secara lengkap Pasal 63 ayat (2) itu berbunyi 'Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur'.

Pasal tersebut ditafsirkan berbeda oleh sesama anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat. Karena itu, muncullah dua surat berbeda. Satu surat menyebutkan Aziz Bestari masih berhak ikut. Namun, dalam surat kedua justru menggugurkan calon bupati itu. Hal ini tentu saja mengundang reaksi keras dari pendukung Aziz yang pada akhirnya terjadi kerusuhan.

Tetapi, dari sisi hukum, MK justru melihat tidak ada yang salah dari pasal tersebut. Karena sebenarnya kesempatan untuk mendapatkan hak untuk ikut dalam pemilukada sudah diberikan. Namun, karena ada yang meninggal dunia, maka pasangan calon yang merupakan satu kesatuan, sudah wajar jika digugurkan.

Lalu, jika MK kemudian menyatakan pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal itu karena pasal tersebut berkaitan dengan pasal lain yang mengatur tentang pemilukada.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement