Senin 02 Aug 2010 04:27 WIB

Pakar: Konyol Mengukur Kinerja DPR dengan Absensi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat hukum tata negara Jakarta, Dr Irmanputra Sidin, berpendapat, mengukur kinerja anggota DPR dengan mengaitkan tingkat kehadiran dalam sidang-sidang di DPR adalah hal yang tidak tepat.

"Anggota DPR tidak bekerja seperti pekerja kantoran yang harus menghadiri tugas-tugas seperti itu," katanya di Jakarta, Ahad  menanggapi sorotan publik terhadap kinerja anggota DPR , akhir-akhir ini. Irmanputra Sidin mengemukakan, mengukur kinerja berdasarakan tingkat kehadiran merupakan langkah "konyol".

"Menurut saya ini wacana yang paling konyol mengukur kinerja DPR melalui absensi. Bahwa betul anggota DPR yang enam kali berturut-turut tidak menghadiri sidang atau tuasnya di DPR dia dapat dipecat, tapi mengukur kinerja anggota DPR seharusnya bukan dari hadir atau tidaknya," ujar Irman yang berasal dari Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta .

Menurut dia, mengukur kinerja anggota DPR seharusnya berdasarkan bagaimana anggota DPR menggunakan hak-haknya secara personal seperti yang telah diatur dan diberikan oleh UUD. "Dalam UUD itu tertulis bahwa setiap anggota DPR memiliki hak untuk mengajukan rancangan UU. Seharusnya diukurnya dari sini, berapa banyak masing-masing anggota DPR melakukan hal itu," katanya.

Pengukuran kinerja, kata dia, juga dapat dilakukan dengan melihat pengajuan usul maupun pendapat dari setiap anggota DPR yang merupakan bagian dari melakukan tugas-tugas kedewanan seperti legislasi, anggaran maupu pengawasan "Hal seperti itu yang seharusnya menjadi variabel untuk mengkur kinerja anggota DPR, bukan pada tingkat kehadiran," katanya.

Jika tingkat kehadiran menjadi ukuran, maka akan banyak anggota Dewan yang kehadirannya penuh namun tidak pernah menyampaikan usul dan pendapat dan tidak tahu apa yang dilakukannya serta tidak mengajukan RUU yang penting untuk bangsa dan rakyat Indonesia. Karena itu, tingkat kehadiran pun menjadi percuma.

"Karena itu, rencana digunakannya "finger print" saya pikir merupakan rencana paling konyol karena akan mereduksi lembaga DPR. Kerja konstitusional bukan kerja absen tapi kerja membicarakan Negara di ruang publik agar bisa menjadi alat memperbaiki proses bernegara kita," katanya.

Dengan melakukan kerja konstitusionol maka tujuan bernegara untuk mencapai kecerdasan bangsa, sejahtera dan adil, damai dan tentram dapat dicapai. "Hal itu tidak bisa dicapai dengan hanya hadir dalam sidang," katanya.

Irman pun menyarankan agar tujuan tersebut bisa tercapai, maka seharusnya 560 anggota DPR dapat membina hubungan baik dengan media, karena media yang menjadi jembatan untuk mensosialisasikan pemikiran dan kerja anggota DPR kepada masyarakat. "Lebih baik anggota DPR membina hubungan baik dengan media daripada sekedar mengurusi absensi untuk mensosialiasikan kerja mereka. Saat ini saya pikir tidak lebih dari 50 orang anggota DPR yang memiliki hubungan baik dengan media dari 560 anggota tersebut," katanya.

Saat ini, kata dia, ada anggota DPR yang tidak pernah terdengar kiprahnya namun tiba-tiba muncul menjadi calon bupati atau gubernur. "Saya juga bingung ada anggota DPR yang tidak pernah terdengar suaranya dalam melakukan tugas kedewanan, namun sering muncul di televisi bukan dalam rangka melaksanakan tugas kedewanannya, tapi sebagai pembawa acara," katanya.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement