REPUBLIKA.CO.ID, ZHOUQU, CINA--Pemerintah Cina menghadapi tekanan meningkat usai bencana tanah longsor. Pasalnya, telah muncul peringatan berulang kali atas bahaya tanah longsor di sekitar Zhouqu akibat aktivitas penambangan selama berdekade, penebangan hutan, dan pembendungan sungai untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Ketika Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao berada di depan kamera di dekat regu penyelamat yang mencoba menemukan lebih dari 600 orang yang masih hilang, media lokal melaporkan sejumlah teriakan pakar yang telah mengingatkan bahwa lonsor adalah "bencana yang siap menunggu waktu untuk terjadi".
Sebuah laporan pada 2006, yang dikeluarkan Universitas Lanzhou mengingatkan risiko bahaya yang disebabkan penghancuran hutan di sekitar Zhouqu untuk pertambangan dan pertanian. Penggundulan hutan itu menyebabkan erosi tanah dan membuah sisi bukit tak stabil.
"Bukit menjadi sangat tidak stabil dan dengan mudah menyebabkan bencana alam tanah atau lumpur longsor," bunyi laporan. "Situasi itu adalah hasl dari penggundulan hutan, aktivitas eksploitasi tambang, konstruksi PLTA dan aktivitas pembangunan lain."
Padahal, dulu Zhouqu dikenal sebagai 'Shangri La" (taman surga) di Propinsi Gansu. Area itu pun telah diterpa sepuluh bencana longsor besar sejak 1823. Namun pakar mengatakan risiko itu kian meningkat dengan penurunan area hutan hingga 126 ribu hektar antara 1952 hingga 1990.
Zhouqu, once known as the "Shangri La" of Gansu Province, has suffered more than ten major landslides since 1823, but experts said the risk had been increased hugely by the felling of more than 126,000 hectares of forest between 1952 and 1990.
"Pemerintah lokal telah mengabaikan peringatan beruntun tentang konsekuensi mengerikan dari pembangunan bendungan mengingat bangunan itu menjadi sumber kunci pajak yang berkontribusi 50 persen dari pendapatan Gannan--berdasar laporan statistik resmi," demikian ujar seorang guru besar geologi berbasis di Sichuan. Fan Xiao. "Bila saja peringatan itu ditanggapi serius, bencana bisa dicegah," imbuhnya.
Laporan dari zona bencana juga menyatakan kemarahan di kalangan penduduk Zhouqu yang mengatakan pemerintah tidak menghiraukan peringatan dan tak ada rencana antisipasi bencana yang benar-benar dibuat otoritas. "Ini pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah tahu betul itu dapat terjadi lagi dan mereka tidak melakukan sesuatu untuk mencegah," tutur seorang petani lokal yang enggan mengungkapkan namanya saat mencari lima keluarganya yang terkubur dalam lumpur.