REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kalangan anggota DPR RI, terutama dari Komisi I (Bidang Luar Negeri, Pertahanan Keamanan, Intelijen, Komunikasi, dan Informatika), mengkhawatirkan adanya dugaan rahasia negara bocor ke luar via Singapura dan Malaysia. "Kita memang sudah ketinggalan dalam hal kemajuan dan penguasaan teknologi untuk berbagai aspek, utamanya di sektor teknologi informasi (TI). Kekhawatiran ini terus memuncak, apalagi banyak operator seluler dan internet kita memang dikendalikan dari dua negara itu," ujar anggota Komisi I DPR RI, Paskalis Kossay, di Jakarta, Sabtu (14/8).
Saat dihubungi lewat telefon dari Jayapura (Paskalis sedang menjalankan masa reses dengan mengunjungi konstituen di daerah pemilihan), mantan Wakil Ketua DPRD Papua ini juga mengakui, banyak pihak yang sepertinya belum menyadari pentingnya penguasaan TI, terutama terkait dengan urusan rahasia negara maupun bisnis bernilai miliaran dolar.
"Saya kaget juga dengan info dari sebuah diskusi di Jakarta, bahwa seorang pakar IT yang alumni sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia mengungkapkan bahwa RI benar-benar semakin didikte Singapura dan Malaysia dalam hal telekomunikasi di samping perbankan," ungkapnya.
Menurut dia, hal tersebut karena semua operator seluler dan internet berbasis di dua negeri jiran ini. Akibatnya, tiap "voucher" pulsa apa saja, juga setiap kali satu WNI buka internet (browse), langsung kena "charge" yang terhisap otomatis ke sana. "Artinya, mereka gemuk oleh kebodohan kita. Satu hal lagi, dengan keadaan seperti sekarang, maka informasi apa pun termasuk rahasia negara jadi telanjang di mata Singapura," kata Paskalis mengutip Benni T.B.N., pakar IT yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.
Menurut pakar tersebut, lalu lintas jaring optik dikendalikan oleh "traffic administrator" di Singapura. "Karenanya semua jaringan internet dan seluler harus ditarik atau `dipaksa` melewati `persimpulan utama` di kota itu. Makanya, apalagi `rahasia negara` yang tak mereka tahu? Sialnya lagi, satelit Indosat (dulu Palapa) jadi mayoritas milik Temasek (sebuah BUMN Singapura)," kata Benny.
"Akibatnya," lanjut dia, "selain kita jadi seperti `telanjang` dalam informasi apa pun, juga RI cuma berfungsi sebagai pelanggan seluler.Kita cuma `outlet`, tukang jual produk IT mereka. Dan yang jelas, banyak perusahaan `provider` kita cuma nama `doang` perusahaannya itu milik RI dengan mayoritas saham dikuasai mereka," ujarnya.