REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, mengatakan, polisi Australia yang berniat melakukan investigasi terhadap Detasamen Khusus (Densus) 88 Antiteror atas dugaan penyiksaan tahanan politik harus berjalan transparan.
"Syaratnya harus berjalan secara transparan atau terbuka bagi publik," kata Usman melalui sambungan telepon, Senin (13/9). Keterlibatan Australia menginvastigasi Densus, kata Usman, dimungkinkan karena ada Perjanjian Lombok pada 2007 antara Indonesia dan Australia yang menyangkut bidang keamanan.
Usman mengatakan, keterlibatan Australia bukan karena ada warga negaranya yang terlibat atau menjadi korban, namun karena pemerintah Australia diminta pertanggungjawaban oleh publik di negaranya, masyarakat, dan senator setempat, tentang dana dan pelatihan yang telah diberikan kepada Densus.
Keterlibatan aparat hukum dari negara lain di Indonesia, kata Usman, pernah terjadi ketika ada warga negara Amerika Serikat tewas di Papua, lalu FBI ikut terlibat. Keterlibatan polisi federal Australia kali ini pun bukan merupakan yang pertama.