REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) meminta DPR membuat grand design terkait kunjungan kerja ke luar negeri untuk studi banding. Tidak adanya grand design yang jelas soal studi banding ke luar negeri ini dinilai sebagai pemicu polemik yang terjadi saat ini.
“Selama ini studi banding DPR ke luar negeri tanpa ada grand desinn,” kata Ketua Formappi, Sebastian Salaang, Kamis (16/9).
Menurut Sebastian, setidaknya ada tiga ketentuan dalam grand design yang harus dibuat DPR terkait studi banding ke luar negeri. Pertama, konsep yang jelas dari tiap komisi yang akan melakukan studi banding keluar negeri. Kedua, penentuan kriteria negara atau parlemen yang dipilih menjadi tujuan studi banding. Ketiga, laporan pertanggungjawaban DPR pascastudi banding tersebut.
Ketiadaan grand design studi banding DPR ke luar negeri ini, menurut Sebastian, mengakibatkan studi banding kerap salah sasaran. Menurut Sebastian, kerap terjadi kunjungan kerja DPR menjadi sia-sia karena parlemen di negara yang dituju sedang libur atau tidak siap menerima rombongan parlemen dari Indonesia.
Sebastian yakin, jika tiga ketentuan tersebut dibuat oleh DPR, publik tidak akan selalu menilai negatif rencana studi banding DPR ke luar negeri. Menurut dia, tidak harus ada generalisasi anggapan studi banding DPR ke luar negeri sebagai bentuk pemborosan. “Selain dianggarkan, studi banding ke luar negeri memang dibutuhkan DPR terkait pembahasan rancangan undang-undang tertentu,” jelasnya.
DPR periode 2004-2009, kata Sebastian, sebenarnya pernah membentuk Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR. Sebastian mengaku heran tim kajian tersebut tidak dilanjutkan lagi pada DPR periode kali ini. Padahal, Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR tersebut dahulu pernah membuat aturan dan kriteria soal studi banding DPR ke luar negeri. “Tim ini harusnya dibentuk lagi sekarang,” tegasnya.