REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Walaupun masih tetap berkantor di Kejaksaan Agung, Hendarman Supandji mengatakan tak bisa lagi menghadiri panggilan dari Komisi III DPR. Kata dia, untuk memenuhi panggilan tersebut ia harus mengeluarkan rekomendasi, sementara ia tak lagi boleh membuat keputusan.
"Saya tidak akan hadir kalau dipanggil Komisi III. Kalau harus menghadiri kan harus ada keputusan, harus ada rekomendasi. Saya tidak bisa memberi rekomendasi," ujar Hendarman saat hendak meninggalkan Gedung Utama Kejaksaan Agung, Kamis (23/9) sore.
Selain itu, Hendarman juga mengatakan tak akan mengambil keputusan lagi. Misalnya terkait rencana penuntutan atau eksekusi hukuman mati. Bila ada keputusan yang memerlukan persetujuan dia, ia mengatakan akan langsung berkonsultasi dengan Presiden terlebih dahulu. "Kalau saya mengeluarkan keputusan takutnya mempersulit Jaksa Agung yang baru nantinya," lanjut dia.
Terkait jabatannya yang sudah dianggap tak sah oleh Mahkamah Konstitusi, Hendarman menegaskan masih menunggu petunjuk Presiden.
Menurut Hendarman, memang benar pasal 22 Undang-undang Kejaksaan yang sudah dinyatakan tak jelas dan harus direvisi oleh MK jadi dasar jabatan JA. Tetapi selain itu masih ada pasal 19 yang menjelaskan bahwa Presiden yang berwenang memberhentikan dan mengangkat Jaksa Agung.
"Maka saya sebagai abdi negara mengacu pada pasal 19 itu. Artinya saya menunggu keputusan Presiden karena Presiden adalah atasan saya. Sekarang saya sedang menunggu Kepres (Keputusan Presiden), bagaimana Kepres itu nantinya. Selama Kepres (tentang pemberhentian jaksa agung) belum ada saya kerja saja," ujar Hendarman.