REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta ketentuan pemenjaraan terhadap anak dihapus dalam rancangan undang-undang Peradilan Anak.''Kami meminta agar pemenjaraan anak dihapus dalam RUU Peradilan anak yang akan segera dibahas di DPR,'' tutur Ketua KPAI, Hadi Supeno kepada Republika.
Hal tersebut juga diutarakan dalam rapat dengan pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI Rabu (22/9) lalu.''Penjara bukan tempat yang tepat bagi anak,'' tutur Hadi.Penjara selain akan mematikan tumbuh kembang anak juga penuh dengan budaya kekerasan dan diskriminatif. Belum lagi jika keluar dari penjara akan ada stigma atau labelisasi terhadap anak dengan sebutan mantan narapidana.
Menurut KPAI di Indonesia terlalu banyak anak yang dipenjarakan.Setiap tahun rata-rata ada 6.000 anak yang meringkuk di penjara.Hingga saat ini pemenjaraan terhadap anak terus berlangsung.''Karena penanganan anak berhadapan dengan hukum (ABH) belum berspektif anak,'' kata Hadi.
Salah satu usulan KPAI pemenjaran digatikan dnegan tempat-tempat rehabilitasi sosial.''Prinsip itu harus menjadi inti dari UU Peradilan Anak,'' tegas Hadi.Karena tanpa memuat prinsip-prinsip tersebut,KPAI menilai akan tetap banyak anak-anak yang berhadapan dengan hukum yang memenuhi penjara anak. Bahkan anak-anak tersebut juga akan memenuhi penjara orang dewasa.
ABH adalah anak yan berumur 16-18 tahun, diindikasikan melakukan pelanggaran hukum,berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku. Tapi karena usianya belum bisa dituntut secara hukum.
Data Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2009 mencatat ada 5.952 anak berhadapan dengan hukum atau anak nakal.Dan 430 anak sudah ditangani melalui peraturan restorative justice atau penanganan dengan upaya damai dan pembinaan tanpa perlu dipenjara.