REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar bersikap plin-plan terhadap pemberian grasi pada mantan Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hassan Rais.
Politisi PAN ini, pada 23 Agustus 2010 lalu di Istana Negara, menyatakan jika Syaukani sembuh dari sakitnya maka pemberian grasi kepadanya akan kembali dikaji. Namun,vpernyataan itu diubahnya sendiri. ''Jadi tidak mungkin dibatalkan. Tidak ada sejarahnya grasi dibatalkan,'' ujar Patrialis,Jumat (24/9).
Masalah pengkajian grasi Syaukani ini mencuat karena dalam pemberitaan di media lokal di Kalimantan Timur, disebutkan kondisi Syaukani berangsur membaik. Bahkan mantan orang nomor satu di Kutai Kartanegara itu sudah dapat berbicara meski terbata-bata dan berdiri meski ditopang alat bantu. Syaukani saat ini sedang dirawat di Pendopo Odah Etam, Tenggarong, Kalimantan Timur.
Sebelumnya, melalui surat Grasi bernomor 7/G Tahun 2010 tertanggal 15 Agustus 2010, hukuman Syaukani dipotong dari enam tahun menjadi tiga tahun. Syaukani pun langsung bebas pada 18 Agustus 2010.
Pembebasan itu dilakukan lantaran Syaukani telah menjalani hukuman selama lebih dari tiga tahun. Selain itu, Syaukani juga sudah melunasi denda dan mengembalikan kerugian negara melalui KPK senilai Rp 49,6 miliar.
Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, menyatakan, pemberian grasi itu dikarenakan pertimbangan kemanusiaan. "Pasti ada pertimbangan kemanusiaan, karena Syaukani dalam kondisi sakit. Badannya sudah seperti mayat," kata Patrialis kala itu. Ia menjelaskan, grasi yang mencapai setengah masa tahanan tersebut diberikan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung.