REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai penugasan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk membeli tarif panas bumi sebagai hasil tender akan segera terbit. Pasalnya, sebelumnya pihak Kementrian ESDM telah menyerahkan draft perpres tersebut ke Sekretariat Negara (Setneg).
"Sekarang sudah di sekretariat negara (setneg), diharapkan segera terbit," papar Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Sutisna Prawira di Gedung ESDM, Kamis (14/10).
Sutisna menjelaskan, latar belakang diterbitkannya Perpres itu, yaitu PLN merasa keberatan dengan harga patokan tertinggi yang ditetapkan sebesar 9,70 sen dolar AS per kWh untuk pembelian tenaga listrik oleh PLN. Dengan adanya Perpres tersebut PLN lebih memiliki payung hukum serta perlindungan.
"Kalau ada payung hukum PLN merasa lebih nyaman dan harga patokan 9,7 sen dolar AS bisa dinego kembali," tukasnya.
Sebelumnya, Dirjen Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Luluk Sumiarso menuturkan, pihaknya sudah memfinalisasi draf perpres tersebut. "Kami segera serahkan ke Setneg," katanya.
Ditambahkannya, sebelumnya, Kementrian ESDM telah berdiskusi dengan stakeholder untuk memberikan masukan isi perpres. Luluk mengatakan, perpres tersebut berisi penugasan kepada PT PLN (Perpres) untuk membeli tarif panas bumi sebagai hasil tender. "Jadi, berapapun tarif panas bumi hasil tender, nanti akan dibeli PLN," papar Luluk.
Namun, sambung dia, pembelian panas bumi tersebut sebelumnya mesti melalui proses terlebih dahulu. Proses itu adalah setelah tender dilakukan, harga panas bumi kemudian diverifikasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) supaya kaidah-kaidah hukumnya terpenuhi.
"Selanjutnya, masuk ke Kementerian ESDM dan setelah itu baru dilakukan PPA (power purchase agreement atau perjanjian jual beli listrik) di PLN," pungkas Luluk. agung budiono