REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk menangani kasus pemalsuan dokumen yang melibatkan panitera MK Zainal Arifin Hoesein sebagai tersangka.
"Ya biar aja. Silakan. Kalau yang kami tahu, tidak ada salah, semua berjalan," kata Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (19/10).
Dia juga mengungkapkan bahwa kasus yang dialami oleh eks panitera MK tersebut bukan kasus suap ataupun korupsi tetapi dugaan penyalahgunaan wewenang. "Itu bukan suap atau korupsi. Ia buat surat bahwa yang menang pemilu di situ adalah A berdasar putusan sekian, lalu yang kalah lapor polisi, katanya penyalahgunaan wewenang," ungkapnya.
Sementara Kuasa Hukum Zainal Arifin, Andi Asrun mengatakan tidak ada yang salah yang dilakukan oleh kliennya karena membalas surat yang dikirim oleh KPU. Asrun juga mengatakan dalam surat balasan tersebut berdasarkan arahan Ketua MK atas putusan perkara perselisihan pemilu tahun 2009.
"Kalau mau periksa ya harusnya Ketua MK dan Wakil Ketua MK, baru pak Zainal sebagai panitera, karena surat yang dibuat hanya mengutip putusan MK," tambahnya.
Asrun juga mengungkapkan bahwa kliennya hingga saat ini belum diperiksa oleh pihak Bareskrim Mabes Polri. "Hingga saat ini belum diperiksa, awalnya sebagai saksi, tapi tiba-tiba menjadi tersangka. Dan hari ini (Selasa 19/10) kami menghadap Kabereskrim untuk minta penjelasan status tersangka kliennya dan saat ini masih dipelajari polisi," katanya.
Zainal ditetapkan oleh Mabes Polri sebagai tersangka karena diduga telah memalsukan surat jawaban MK ke KPU Nomor 121/PAN.MK/VIII/2009 tentang gugatan kemenangan Ahmad Yani bahwa suara pemohon hilang. Putusan MK tidak mengabulkan permohonan agar suara itu diberikan buat Ahmad Yani (anggota DPR RI). Zainal dalam kasus ini dikenakan pasal 242, pasal 263 dan pasal 416 Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).