Kamis 21 Oct 2010 04:14 WIB

Kekerasan Di Papua, Bupati Puncak Jaya Harus Bertanggung Jawab

Rep: Indah Wulandari/ Red: Siwi Tri Puji B
Cuplikan video di situs Youtube tentang  kekerasan yang diduga dilakukan anggota TNI
Foto: Youtube
Cuplikan video di situs Youtube tentang kekerasan yang diduga dilakukan anggota TNI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Video adegan kekerasan yang diduga dilakukan oknum TNI beredar luas di Youtube. Sejumlah pihak menengarai, aksi itu kemungkinan terjadi pada medio April lalu.

Wakil Ketua Komnas HAM Yoseph Adi Prasetyo menuturkan, ia telah meneliti video yang dibuat kisaran 12 April 2010 itu. Ia menyimpulkan, teknik penyiksaan yang terlihat di gambar berdurasi lima menit itu menunjukkan kekhasan cara interogasi profesional agar si korban mengakui sesuatu. Puncaknya, pada tanggal 20 April lalu, Komnas HAM menerima laporan seorang anggota majelis gereja tubuhnya mengambang di sungai Desa Buragi.

"Bupati Puncak Jaya Lukas Enumbe bermasalah. Kesalahannya, Bupati meng-OPM-kan semua yang melawan kebijakan berupa operasi gabungan," ungkap Yoseph.

Pernyataan Yoseph ini disodorkan dengan fakta, jika ada operasi gabungan dan pergantian pasukan di wilayah Puncak Jaya. Operasi gabungan TNI itu, sebutnya, terdiri dari pasukan dari Brimob Kelapa Dua, Densus 88, dan Batalyon 753 Nabire.

Jenis pelanggaran HAM yang terpantau dilakukan operasi ini, yakni adanya kekerasan, penyiksaan, penangkapan, penembakan, pembunuhan, dan pengusiran secara paksa. Tercatat di laporan hasil pemantauan Komnas HAM Perwakilan Papua, sejak tahun 2004 hingga 2010 ada 29 kasus kekerasan dengan 50 korban warga sipil yang tewas maupun luka-luka.

Kamis esok (21/10), Yoseph akan menemui Pangdam Jayapura dan Kapolda Papua agar pasukan itu ditarik dari Puncak Jaya. Setelah itu, laporannya bakal disampaikan ke menteri terkait seperti Menkopolhukam dan Menhan.

Dari catatan Komnas HAM, kekerasan terhadap warga sipil terjadi sejak tahun 2004. Instabilitas keamanan dimulai sejak terjadinya peristiwa tanggal 17 Agustus 2004, yaitu penembakan anggota Kopassus oleh sekelompok orang tak dikenal. Lalu, kekerasan oleh aparat pun menyeruak. Pada 14 September 2004, pendeta Elisa Tabuni ditangkap dan ditembak oleh pasukan Kopassus dengan tangan terikat. Anaknya yang turut ditangkap berhasil melarikan diri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement