REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menyoal masalah-masalah kebangsaan yang terus melilit bangsa ini. Misalnya, mengenai masih banyaknya aset-aset asing yang bercokol di bank-bank Indonesia.
Presidium ICMI, Prof Dr Nanat Fatah Nasir, mengatakan, contoh banyaknya aset-aset asing di perbankan Indonesia itu menunjukkan bahwa Indonesia belum kuat dalam menghargai tanah airnya. Mestinya aset-aset asing betul-betul dibatasi, sehingga sesuatu yang ada di Indonesia bisa dinikmati masyarakat Indonesia.
“Pasal yang ada saja bermasalah,” kata Nanat, saat memberikan sambutan pada Seminar Pra-Muktamar di Bandung, Rabu (20/10).
Menurutnya, di Indonesia, penguasaan aset asing di perbankan Indonesia sangat lemah. Bahkan, dalam UU No 10/1998 dan Peraturan Presiden No 111/2007, menyatakan bahwa asing bisa menyimpan asetnya di bank Indonesia hingga 90-an persen.
Dikatakan Nanat, pada tahun 1999 lalu, aset Bank Indonesia yang dikuasai asing sebesar 11,6 persen. Sedangkan saat ini sebesar 47,02 persen. “Bukan tidak mungkin, tahun-tahun mendatang bisa dikuasai seluruhnya,” jelasnya.
Padahal, kata Nanat, dalam pasal 33 dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa air, tanah, dan udara adalah milik negara dan dimanfaatkan seluas-luasnya oleh negara bagi kepentingan rakyat banyak.
Persoalan lainnya, kata Nanat adalah masalah kesenjangan pendidikan yang tidak pernah usai. Kesenjangan tersebut berupa dikotomisasi antara ilmu umum dan agama. Hal itu terlihat pada bantuan untuk lembaga di bawah Diknas dan di bawah Depag. “Ini juga berimbas pada kurangnya pemerataan akses, mutu, relevansi, dan daya saing lembaga-lembaga itu,” tandasnya. “Belum lagi kesenjangan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.”
Oleh karenanya, jelas Nanat, ICMI sebagai agen sosial, mengnolak tradisi itu dan mendesak aparat pemerintahan serta legislatif agar memperbaiki peraturan tersebut.