REPUBLIKA.CO.ID, PARIS--Sebanyak 69 persen warga Prancis mendukung aksi mogok nasional, yang menentang kebijakan baru Presiden Sarkozy untuk menaikkan usia pensiun. Namun mayoritas menentang penggunaan kekerasan.
Kekerasan memang mulai mewarnai sejumlah aksi unjuk rasa. Polisi dan sekitar 80 pengunjuk rasa saling dorong-mendorong, ketika pasukan keamanan hari Jumat (22/10) membebaskan perusahaan penyulingan minyak Grandpuits dari kepungan demonstran. Selama 11 hari terakhir, karyawan dari 12 perusahaan penyulingan minyak Prancis juga bergabung dalam aksi mogok massa yang tengah berlangsung.
Di Grandpuits, para demonstran juga membakar ban-ban mobil sebagai barikade, setelah pemimpin serikat buruh menyatakan menerima perintah pengadilan untuk kembali bekerja. Siapa yang tidak mau akan dituntut. Bentrokan itu berakhir dengan dibukanya jalan menuju pintu masuk, tanpa penggunaan pentungan atau gas air mata oleh polisi. Meski begitu, demonstran menuding polisi menggunakan kekerasan.
Seorang pekerja perusahaan kereta api, Julien Calmettes, yang turut berdemonstasi menyatakan bahwa yang bertindak brutal adalah pasukan keamanan, bukan demonstran. Juga kelompok serikat buruh mengatakan, bahwa tiga orang demonstran cedera ketika ditendangi polisi. Sementara Kementrian Dalam Negeri Prancis mengatakan bahwa situasinya aman-aman saja. Sedangkan polisi mengatakan, terkait protes berkepanjangan, demonstran menggunakan metode-metode perang gerilya.
Sampai kini sedikitnya sudah 2.000 orang yang ditangkap oleh polisi, dan kebanyakan berusia muda. Menteri Dalam Negeri Perancis Brice Hortefeux mengatakan, Prancis bukan negara milik pencuri, perusak dan penjarah. "Prancis merupakan negara orang-orang jujur yang ingin bisa hidup dengan damai. Tapi saya melihat bahwa sebagian orang menggunakan wilayah Prancis sebagai medan tempur dan ini sama sekali tak bisa diterima," ujarnya.
Polisi tak saja mengamankan blokade di Grandpuits. Di Marseille, blokade yang menutup jalanan dari lokasi penyulingan minyak ke lapangan terbang juga berhasil dibubarkan. Serikat buruh dalam aksinya telah memblokade semua pelabuhan terpenting Prancis. Dan di Marseille saja sekitar 51 tanker minyak terpaksa menunggu, tak bisa mengantarkan pasokannya.
Jajak pendapat badan penelitian BVA mencatat bahwa 69 persen penduduk Perancis mendukung aksi protes massal yang sedang berlangsung. Namun sekitar 52 persen menentang blokade terhadap perusahaan minyak karena berdampak pada gangguan transportasi di seluruh Perancis.
Mayoritas masyarakat juga menentang kekerasan, seperti yang terjadi dalam aksi protes di Lyon. “Saya mendengar suara mereka dari dalam rumah. Waktu keluar yang saya temukan adalah mobil saya, dengan kaca jendela yang telah hancur seribu keping,” begitu ungkap seorang korban kerusuhan di Lyon.
Charles Foulard, Ketua Serikat Buruh CGT untuk sektor minyak, mengatakan bahwa blokade bukan bertujuan melumpuhkan Prancis, tapi merupakan seruan agar pemerintah mau bernegosiasi. Sementara belakangan mulai terdengar juga keluhan, bahwa bila protes terus berlangsung, biayanya akan sangat mahal bagi semua orang.