REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mertua Noordin M Top, Baharudin Latief alias Baridin akhirnya dihukum lima tahun penjara. Baridin dihukum karena terbukti menyembunyikan Noordin yang merupakan pelaku tindak pidana terorisme.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme. Menjatuhkan lima tahun penjara," ujar pimpinan majelis hakim, Didik Setyo Handono, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (26/10).
Unsur-unsur yang memberatkan, ungkap Didiek, Baridin telah melawan upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Selain itu, Baridin dinilai tidak jujur dalam memberikan keterangan di persidangan. Untuk unsur yang meringankan, tambahnya, Baridin belum pernah dihukum dan masih mempunyai tanggungan keluarga.
Pengacara Baridin, Nurlan Hn pun mengaku puas terhadap putusan Majelis Hakim. "Sangat bagus. Ini kan perbedaan angkanya saja," jelas Nurlan seusai sidang.
Baridin divonis lebih rendah dari tuntutan penuntut umum. Sebelumnya, ia dituntut enam tahun penjara karena dituduh melanggar Pasal 13 huruf b Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Pasal 13 huruf huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Seperti diberitakan sebelumnya, Baridin didakwa menyembunyikan tersangka Noordin M Top yang diperkenalkan oleh Syaefudin Zuhri. Noordin yang ketika itu mengenalkan diri sebagai Ade Abdul Halim sempat menanyakan anak perempuan terdakwa yang paling besar, Arina Rahma, yang sudah kuliah di Yogyakarta karena berkeinginan untuk menikahinya.
Terdakwa pun menikahkan anaknya dengan Ade Abdul Halim di rumahnya di Cilacap. Usai menikah, Ade berpesan kepada terdakwa agar keberadaannya jangan sampai diketahui oleh pihak kepolisian. Untuk itu, Ade berpesan kepada Baridin agar memberitahu bahwa Ade guru pondok pesantren di daerah Sulawesi jika ada yang menanyakannya.
Mendengar Densus 88 menggerebek rumahnya di Cilacap, Baridin kemudian pergi ke Pameumpeuk, Garut, Jawa Barat bersama anaknya, Atta Sabiq Alim. Mereka kemudian membuka ladang dan bekerja sebagai penyadap gula kelapa di sana. Densus 88 bisa mencium keberadaan mereka dan melakukan penangkapan pada 24 Desember 2009.
Seusai putusan Baridin, Atta Sabiq Alim pun dihukum empat tahun enam bulan penjara atas perkara yang sama. Atta dituduh melanggar Pasal 13 huruf b Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Pasal 13 huruf huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.