REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Setelah sempat bersilang pendapat, pimpinan Kejaksaan Agung akhirnya mengambil sikap resmi terhadap kasus dugaan penyalahgunaan wewenang Bibit-Chandra. Kejaksaan Agung akhirnya mengambil langkah deponeering (pengesampingan perkara), sama dengan yang disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M. Amari beberapa waktu lalu.
"Tim menyarankan perkara tindak pidana dilakukan pengesampingan perkara untuk kepentingan umum," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung, Darmono saat jumpa pers di Gedung Jaksa Agung, Jakarta, Jumat (29/10).
Darmono menegaskan sikap tersebut diambil setelah pimpinan Kejaksaan Agung, yakni Jaksa Agung Muda (JAM), Staf Ahli, dan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) berembuk untuk menentukan langkah hukum sesuai undang-undang terhadap kasus yang menuai perhatian publik itu. Dua opsi tindakan hukum yang muncul, ujarnya, adalah melimpahkan ke pengadilan dan pengenyampingan perkara (deponeering).
Tim kejaksaan agung, ujarnya, kemudian memutuskan untuk mengambil deponeering terhadap kasus tersebut. Darmono menjelaskan pertimbangan sikap kejaksaan agung itu adalah demi mendukung upaya pemberantasan korupsi yang menjadi agenda bangsa. Oleh karena itu, ujar Darmono, hal tersebut harus dilihat sebagai bagian dari kepentingan umum, bangsa dan negara. "Sehingga dengan demikian unsur-unsur penjabaran dinyatakan relevan," tuturnya.
Lebih lanjut, Darmono mengungkapkan alasan mengapa tidak mengambil sikap untuk melimpahkan berkas ke pengadilan. Menurut Undang-Undang, tuturnya, ketika status hukum Bibit-Chandra menjadi terdakwa maka mereka harus nonaktif sebagai pegawai dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut, ungkapnya, tentu akan mengganggu kinerja KPK secara teknis maupun manajerial dalam agenda pemberantasan korupsi.
Darmono pun menegaskan meski berstatus sebagai pelaksana tugas, dirinya masih mempunyai kewenangan untuk menandatangani penerbitan surat keputusan deponeering. Pasalnya, tutur Darmono, Kejaksaan Agung mempunyai kewenangan pidana dan perdata yang melekat pada jaksa agung sesuai dengan Keputusan Presiden No.104/P/2010.