REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Kelompok Sunni melakukan aksi walk out pada sidang parlemen yang berupaya menyelesaikan kebuntuan politik di Irak. Langkah itu dilakukan usai kelompok itu menyatakan mau menjadi bagian dari pemerintahan Syiah di bawah Perdana Menteri Nuri Al Maliki.
Sebelumnya, kelompok Sunni melalui kendaraan politiknya, Aliansi Iraqiya, setuju bergabung dengan Al Maliki dalam pemerintahan baru. Kendati tidak memimpin pemerintahan, mereka dijanjikan menempati jabatan ketua DPR, berwenang atas isu luar negeri dan pertahanan dengan kewenangan yang diperluas.
Kesepakatan pembagian kekuasaan dicapai Rabu (10/11) malam dipandang sebagai sebuah terobosan, mengakhiri kebuntuan politik yang berlarut-larut. Namun belum saja pemerintahan terbentuk, kelompok Sunni sudah menuduh al-Maliki tidak memenuhi janji dan memperingatkan mereka akan menarik diri jika keinginan mereka tidak dipenuhi.
Pada konferensi pers setelah aksi keluar ruangan parlemen. seorang anggota parlemen dari blok Iraqiya, Haider al-Mulla, tidak menjawab ketika ditanya apakah blok itu tetap akan bergabung dalam pemerintahan. Sebaliknya, ia mengatakan Iraqiya akan meminta penjelasan dari al Maliki atas komitmen yang telah dirusaknya.
Sesi parlemen kemarin sebenarnya merupakan langkah pertama untuk membentuk pemerintahan baru dengan menunjuk pejabat-pejabat penting seperti perdana menteri, presiden dan ketua DPR. Pertemuan itu berawal dengan mulus, dengan dua pimpinan kelompok penting di Irak, yakni Al Maliki dan Ayad Allawi duduk berdampingan dan saling tersenyum.
Voting bagian pertama berjalan lancar, dengan politisi dari blok Iraqiya, Osama al-Nujaifi, terpilih sebagai ketua DPR. Tapi sesaat sebelum pemungutan suara untuk memilih presiden, sekitar 57 anggota parlemen Iraqiya berjalan keluar ruangan. Mereka menuntut anggota parlemen memilih terlebih dahulu untuk mengangkat larangan tiga politisi mereka yang dituduh ikut membantai saat rezim Saddam Hussein berkuasa dari memiliki jabatan di pemerintahan pemerintah. Permintaan tersebut ditolak.
Aksi walkout tidak membuat rapat paripurna terhenti, yang kemudian dilanjutkan dengan sesi pemilihan presiden. Pemimpin Kurdi Jalal Talabani terpilih sebagai presiden untuk masa jabatan kedua kalinya. Usai voting, Talabani menyatakan pada anggota parlemen yang tersisa di ruang parlemen bahwa hari ini adalah hari kemenangan dan Irak akan bebas.
Dia kemudian secara resmi meminta al-Maliki membentuk pemerintahan baru. Al Maliki memiliki waktu 30 hari untuk melakukannya, termasuk menunjuk orang-orang di posisi strategis pemerintahan seperti kementerian luar negeri dan kementerian dalam negeri yang bertanggung jawab atas pasukan keamanan.