REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebelas organisasi pengamat pemilu menolak hasil keputusan rapat internal Komisi II (24/11) lalu. Rapat yang membahas draft revisi Undang Undang (UU) Penyelenggara Pemilu tersebut membuka peluang masuknya orang partai politik dalam lembaga penyelenggara pemilu.
"Komisi II DPR telah merampok independensi penyelenggara pemilu," ujar Peneliti Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Very Junaidi, mewakili organsiasi yang lain. Sebelas organisasi tersebut adalah, KRHN, CETRO, IPC, SPD, JPRR, SSS, Perludem, Puskappol UI, TePI, dan Sigma Indonesia.
Seperti yang diketahui, pada rapat internal itu, diputuskan bahwa terkait syarat menjadi anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), Komisi II dengan metode voting memutuskan menghapus ketentuan yang memberikan batasan waktu 5 tahun untuk tidak menjadi anggota partai politik.
Dengan demikian, setiap warga negara dapat mendaftarkan diri sebagai anggota KPU dan Bawaslu, bahkan anggota partai politik sekalipun dengan syarat mengundurkan diri pada saat mendaftar.
Dari keputusan ini, Very menganggap, KPU nantinya akan menjadi tidak netral dan cenderung menguntungkan partai tertentu meskipun sudah dikatakan akan mengundurkan diri. "Pengalaman buruk Pemilu 1999 sangat mungkin terjadi," katanya.
Lalu dari sisi pengawasan, dengan adanya orang yang sudah pernah menjadi anggota parpol, kinerja Bawaslu akan menjadi lemah. Sebab orang-orang tersebut akan cenderung mengamankan serta melegitimasi kecurangan dan penyimpangan yang dilakukan oleh parpol. "Sistem penyelenggaraan pemilu yang baik tidak akan berjalan karea intervensi kepentingan di dalamnya," ujar Very.